BONUS MENARIK LEXABET : Bonus extra deposit member 10% | Bonus Unlimited Cashback setiap minggu | Bonus NEW MEMBER 20k | Info lebih lanjut silahkan hubungi CS 24jam kami di BBM E3A4A978 , WHATSAPP +855975219067 atau Livechat LEXABET.COM Agen poker Agen Bola
Nama Situs Games Bank Support Minimal Deposit Pendaftaran
LEXABET SPORTBOOK - LIVECASINO - SLOTS - LIVEGAMES - POKER BCA - BNI - BRI - MANDIRI 25.000
Agen Bola
KENZO POKER POKER ONLINE - DOMINO QQ BANDAR CEME - CEME KELILING CAPSA SUSUN - LIVEPOKER BCA - BNI - BRI MANDIRI 10.000
VILA POKER POKER ONLINE - DOMINO QQ BANDAR CEME - CEME KELILING CAPSA SUSUN - LIVEPOKER BCA - BNI - BRI - MANDIRI 20.000
Agen poker

KURELAKAN BERSELINGKUH DENGAN TETANGGA HOT DIBANDING BERCINTA BERSAMA ISTRIKU

Namaku Aldi, usia 30 tahun, dan saat ini tinggal di sebuah perumahan sederhana (bukan real estate) di kawasan Bekasi Barat. Rumah di kompleks perumahanku tentu saja tipe-tipe kecil yang sebagian besar bertipe 36 dan 45. Namun dengan penghasilanku yang lumayan aku bisa membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat indah dan asri. Boleh dibilang rumahku merupakan rumah terindah di kompleks itu.



Aku menempati rumah ini sejak lima tahun yang lalu, dulunya sendiri saja, namun sejak satu tahun lalu aku menikah dan kini tinggal berdua dengan Lia, isteriku. Lia adalah seorang wanita yang cantik dan penuh perhatian, sekilas tidak ada yang kurang darinya. Apalagi dia juga bekerja sebagai Manajer Marketing di sebuah perusahaan farmasi, jadi keluarga kami secara keuangan tidak punya masalah.

Kehidupan perkawinanku yang selama ini kuanggap bahagia itu ternyata semu belaka. Sialnya, hal itu disebabkan seperti kata pepatah di atas:”Rumput tetangga selalu lebih hijau”.

Aku mempunyai tetangga baru, sepasang suami isteri dengan satu anak yang masih bayi. Suaminya seorang pelaut (anak buah kapal) dan isterinya ibu rumah tangga. Pada awalnya aku tidak terlalu peduli dengan kehadiran tetangga baru itu, walaupun ketika mereka datang memperkenalkan diri ke rumah aku sedikit terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan montok. Pada saat itu aku merasa keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.

Namun waktu berkata lain. Ternyata setelah berinteraksi dengan Vera, begitu nama tetangga hot ku yang montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik yang muncul dari wanita itu. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Vera namun tidak dimiliki Lia, isteriku.

Pertama tentu saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar namun padat. Walaupun Lia juga seksi, namun ukuran buah dadanya cuma 34 B. Kalau Vera kutaksir mungkin antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak kalah merangsang dibanding pantat”Inul”, membuat pria penasaran untuk meremasnya.

Kedua, wajah Vera yang sensual. Kalau urusan cantik, pasti aku pilih Lia, namun ketika aku melihat wajah Vera, maka aku membayangkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang agak tebal dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir itu berbicara, ingin rasanya aku merasakan ciuman dan kulumannya yang membara.

Ketiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku melihat jemuran pakaian di belakang rumah mereka, aku langsung tertarik pada pakaian dalam Vera tetangga hot ku yang dijemur.

Model dan warnanya beraneka macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau sampai yang transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja sampai model G-string. Motifnya dari yang polos sampai yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu sampai ada yang bergambar bibir.

Wah.. Lia tidak suka seperti itu, menurutnya kampungan dan seperti pelacur jalanan. Padahal sebagai lelaki kadang kita ingin sekali bermain seks dengan perempuan jalanan.

Tiga hal itulah yang membuat aku selalu menyempatkan untuk curi-curi pandang pada Vera dan tak lupa melihat jemuran pakaiannya untuk melihat koleksi pakaian dalamnya yang”jalang” itu.

Suatu hari, sepulang dari kantor, aku mampir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membeli makanan instan karena isteriku akan pergi selama dua hari ke Bandung. Tak disangka di supermarket itu aku bertemu Vera tetangga hot ku dengan menggendong bayinya.

Entah kenapa jantungku jadi berdegup keras, apalagi ketika kulihat pakaian Vera yang body-fit, baik kaos maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil birahiku untuk naik.

“Hai.. Mbak, belanja juga?” sapaku.
“Eh.. Mas Aldi, biasa belanja susu”, jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya.
“Memang sudah enggak ASI ya?” tanyaku.
“Wah.. Susunya cuma keluar empat bulan saja, sekarang sudah tidak lagi”.
“Hmm.. Mungkin habis sama Bapaknya kali ya.. Ha-ha-ha..” candaku.
Vera juga tertawa kecil, “Tapi enggak juga, sudah dua bulan bapaknya enggak pulang”.
“Berat enggak sih Mbak, punya suami pelaut, sebab saya yang ditinggal isteri cuma dua hari saja rasanya sudah jenuh”.
“Wah.. Mas baru dua hari ditinggal sudah begitu, apalagi saya. Bayangkan saya cuma ketemu suami dua minggu dalam waktu tiga bulan”.

Aku merasa gembira dengan topik pembicaraan ini, namun sayang pembicaraan terhenti karena bayi Vera menangis. Ia kemudian sibuk menenangkan bayinya.

“Apalagi setelah punya bayi, tambah repot Mas”, katanya.
“Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya”, aku mengambil keranjang belanja Vera.
“Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang”.
“Ohh.. Ayo kita sama-sama”, kataku.

Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Vera.

“Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti”, kata Vera kaget.
“Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya, siapa tahu dapat susu ibunya, ha-ha-ha..”, aku mulai bercanda yang sedikit menjurus.
“Ihh.. Mas Aldi!” jerit Vera malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku.

Kami berjalan menuju mobilku, setelah menaruh belanjaan ke dalam bagasi aku mengajaknya makan dulu. Dengan malu-malu Vera mengiyakan ajakanku.

Kami kemudian makan di sebuah restauran makanan laut di dekat kompleks. Aku sangat gembira karena semakin lama kami semakin akrab dan Vera juga mulai berbaik hati memberikan kesempatan padaku untuk “ngelaba”.

Mulai dari posisi duduknya yang sedikit mengangkang sehingga aku dengan mudah melihat kemulusan paha montoknya dan tatkala usahaku untuk melihat lebih jauh ke dalam ia seakan memberiku kesempatan. Ketika aku menunduk untuk mengambil garpu yang dengan sengaja aku jatuhkan, Vera semakin membuka lebar kedua pahanya.

Jantungku berdegup sangat kencang melihat pemandangan indah di dalam rok Vera tetangga hot ku. Di antara dua paha montok yang putih dan mulus itu aku melihat celana dalam Vera yang berwarna orange dan.. Brengsek, transparan!

Dengan cahaya di bawah meja tentu saja aku tak dapat dengan jelas melihat isi celana dalam orange itu, tapi itu cukup membuatku gemetar dibakar birahi. Saking gemetarnya aku sampai terbentur meja ketika hendak bangkit.

“Hi-hi-hi.. Hati-hati Mas..”, celoteh Vera tetangga hot ku dengan nada menggoda.

Aku memandang wajah Vera yang tersenyum nakal padaku, kuberanikan diri memegang tangannya dan ternyata Vera menyambutnya.

“Hmm.. Maaf, saya cuma mau bilang kalau Mbak Vera.. Seksi sekali”, dengan malu-malu akhirnya perkataan itu keluar juga dari mulutku.
“Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi pria yang paling baik yang pernah saya kenal”.
“O ya?”, aku tersanjung juga dengan rayuannya, “Gara-gara saya traktir Mbak?”

“Bukan cuma itu, saya sering memperhatikan Mas di rumah, dan dari cerita Mbak Lia, Mas Aldi sangat perhatian dan rajin membantu pekerjaan di rumah, wah.. Jarang lho Mas, ada pria dengan status sosial seperti Mas yang sudah mapan dan berpendidikan namun masih mau mengepel rumah”.

“Ha-ha-ha..” aku tertawa gembira, “Rupanya bukan cuma saya yang memperhatikan kamu, tapi juga sebaliknya”.
“Jadi Mas Aldi juga sering memperhatikan saya?”
“Betul, saya paling senang melihat kamu membersihkan halaman rumah di pagi hari dan saat menjemur pakaian”.
“Eh.. Kenapa kok senang?”.
“Sebab saya mengagumi keindahan Mbak Vera, juga selera pakaian dalam Mbak”, aku berterus terang.

Pembicaraan ini semakin mempererat kami berdua, seakan tak ada jarak lagi di antara kami. Akhirnya kami pulang sekitar jam 8 malam. Dalam perjalanan pulang, bayi Mbak Vera tertidur sehingga ketika sampai di rumah aku membantunya membawa barang belanjaan ke dalam rumahnya.

Mbak Vera masuk ke kamar untuk membaringkan bayinya, sementara aku menaruh barang belanjaan di dapur. Setelah itu aku duduk di ruang tamu menunggu Vera muncul. Sekitar lima menit, Vera muncul dari dalam kamar, ia ternyata sudah berganti pakaian. Kini wanita itu mengenakan gaun tidur yang sangat seksi, warnanya putih transparan. Seluruh lekuk tubuhnya yang montok hingga pakaian dalamnya terlihat jelas olehku.

Sinar lampu ruangan cukup menerangi pandanganku untuk menjelajahi keindahan tubuh Vera di balik gaun malamnya yang transparan itu. Buah dadanya terlihat bagaikan buah melon yang memenuhi bra seksi yang berwarna orange transparan. Di balik bra itu kulihat samar-samar puting susunya yang juga besar dan coklat kemerahan. Perutnya memang agak sedikit berlemak dan turun, namun sama sekali tak mengurangi nilai keindahan tubuhnya. Apalagi jika memandang bagian bawahnya yang montok.

Tak seperti di bawah meja sewaktu di restoran tadi, kini aku dapat melihat dengan jelas celana dalam orange transparan milik Vera. Sungguh indah dan merangsang, terutama warna hitam di bagian tengahnya, membayangkannya saja aku sudah berkali-kali meneguk ludah. Kenzopoker.com



“Hmm.. Tidak keberatan kan kalu saya memakai baju tidur?”, tanya Vera memancing.

Sudah sangat jelas kalau wanita ini ingin mengajakku selingkuh dan melewati malam bersamanya. Kini keputusan seluruhnya berada di tanganku, apakah aku akan berani mengkhianati Lia dan menikmati malam bersama tetangga hot yang bahenol ini.

Vera duduk di sampingku, tercium semerbak aroma parfum dari tubuhnya membuat hatiku semakin bergetar. Keadaan kini ternyata jauh di luar dugaanku. Kemarin-kemarin aku masih merasa bermimpi jika bisa membelai dan meremas-remas tubuh Vera, namun kini wanita itu justru yang menantangku.

“Mas Aldi mau mandi dulu? Nanti saya siapkan air hangat”, tanya Vera sambil menggenggam tanganku erat.

Dari sorotan matanya sangat terlihat bahwa wanita ini benar-benar membutuhkan seorang laki-laki untuk memuaskan kebutuhan biologisnya.

“Hmm.. Sebelum terlalu jauh, kita harus membuat komitmen dulu Mbak”, kataku agak serius.
“Apa itu Mas?”
“Pertama, terus terang aku mengagumi Mbak Vera, baik fisik maupun pribadi, jadi sebagai laki-laki aku sangat tertarik pada Mbak”, kataku.
“Terima kasih, saya juga begitu pada Mas Aldi”, Vera merebahkan kepalanya di pundakku.
“Kedua, kita sama-sama sudah menikah, jadi kita harus punya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kita, apa yang mungkin kita lakukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah rumah tangga kita”.

“Setuju, saya sangat setuju Mas, saya hanya ingin punya teman saat saya kesepian, kalau Mas Aldi mau kapanpun Mas bisa datang ke sini, selagi tidak ada suami saya. Tapi saya sekalipun tidak akan meminta apapun dari Mas Aldi, dan sebaliknya saya juga ingin Mas Aldi demikian pula, sehingga hubungan kita akan aman dan saling menguntungkan”.

“Hmm.. Kalau begitu tak ada masalah, saya mau telpon ke rumah, supaya pembantu saya tidak kebingungan”.
“Kalau begitu, Mas Aldi pulang saja dulu, taruh mobil di garasi, kan lucu kalau Mas Aldi bilang ada acara sehingga tidak bisa pulang, sementara mobilnya ada di depan rumah saya”.
“Oh.. Iya, hampir saya lupa”.

Aku segera keluar dan pulang dulu ke rumah, menaruh mobil di garasi dan mandi. Setelah itu aku mau bilang pada pembantuku kalau aku akan menginap di rumah temanku. Namun tidak jadi karena pembantuku ternyata sudah tidur.

Aku segera datang kembali ke rumah Vera. Wanita itu sudah menungguku di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di atas meja. Pahanya yang montok terpampang indah di atas sofa.

“Wah.. Ternyata mandi di rumah ya? Padahal saya sudah siapkan air hangat”.
“Terima kasih, Mbak Vera baik sekali”.

Wanita itu berjalan menutup pintu rumah, dari belakang aku memandang kemontokan pantatnya yang besar dan padat. Kebesaran pantat itu tak mampu dibendung oleh celana dalam orange itu, sehingga memperlihatkan belahannya yang merangsang. Seperti tak sadar aku menghampiri Vera, lalu dengan nakal kedua tanganku mencengkeram pantatnya, dan meremasnya.

“Uhh..”, Vera agak kaget dan menggelinjang.
“Maaf”, kataku.
“Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Vera seraya tersenyum nakal memandangku. Senyum itu membuat bibir sensualnya seakan mengundangku untuk melumatnya.
“Crup..!”, aku segera menciumnya, Vera membalasnya dengan liar.

Aku tak tahu sudah berapa lama bibir itu tak merasakan ciuman laki-laki, yang jelas ciuman Vera sangat panas dan liar. Berkali-kali wanita itu nyaris menggigit bibirku, lidahnya yang basah meliuk-liuk dalam rongga mulutku. Aku semakin bernafsu, tanganku menjalar di sekujur tubuhnya, berhenti di kemontokan pantatnya dan kemudian meremas-remas penuh birahi.

“Ohh.. Ergh..”, lenguh Vera di sela-sela ciuman panasnya.

Dengan beberapa gerakan, Vera meloloskan gaun tidurnya hingga terjatuh di lantai. Kini wanita itu hanya mengenakan Bra dan CD yang berwarna orange dan transparan itu. Aku terpaku sejenak mengagumi keindahan pemandangan tubuh Vera.

“Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksi Mbak”, pujiku ,”Buah dada Mbak besar sekali”
“Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah coba tebak ukuran saya?”, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya itu.
“36 B”, jawabku.
“Salah”
“36 C”.
“Masih salah, sudah lihat aja nih”, Vera membuka pengait Bra-nya, sehingga kedua buah montok itu serasa hampir mau jatuh. Ia membuka dan melempar bra orange itu kepadaku.
“Gila.. 36 D!”, kataku membaca ukuran yang tertera di bra itu.
“Boleh saya pegang Mbak?”, tanyaku basa-basi.
“Jangan cuma dipegang dong Mas, remas.. Dan kulum nih.. Putingnya”, kata Vera dengan gaya nakal bagaikan pereks jalanan.

Wanita itu menjatuhkan tubuh indahnya di atas sofa, aku memburunya dan segera menikmati kemontokan buah melonnya. Kuremas-remas dua buah dada montok itu, kemudian kuciumi dan terakhir kukulum puting susunya yang sebesar ibu jari dengan sekali-kali memainkannya di antara gigi-gigiku. Vera menggelinjang-gelinjang keenakan, napasnya semakin terdengar resah, berkali-kali ia mengeluarkan kata-kata jorok yang justru membuatku semakin bernafsu.

“Ngentot, enak banget Mas..” jeritnya, “Ayo Mas.. Saya sudah kepingin penetrasi nih!”.

Aku yang juga sudah sangat bernafsu segera menjawab keinginan Vera. Dengan bantuan Vera aku menelanjangi diriku sehingga tak tersisa satupun busana di tubuhku. Vera sangat gembira melihat ukuran penisku yang lumayan panjang dan besar itu.

“Ohh.. Besar juga ya..” jeritnya.

Ia benar-benar bertingkah bagaikan perek murahan, namun justru itu yang kusuka. Wanita itu segera membuka CD orange sebagai kain terakhir di tubuhnya. Kulihat daerah bukit kemaluannya yang ditumbuhi rambut-rambut liar, dengan segaris bibir membelah ditengah-tengahnya. Bibir yang merah dan basah, sangat basah. Ingin rasanya aku menikmati keindahan bibir kenikmatan Vera, namun ketika aku ingin melaksanakannya ia menampikku.

“Sudah, nanti saja, masih ada babak selanjutnya, sekarang ayo kita selesaikan babak pertama”.

Vera duduk mengangkang di atas sofa. Kedua kakinya dibuka lebar-lebar mempersilakan kepadaku untuk melakukan penetrasi kenikmatan sesungguhnya. Aku pun segera menyiapkan senjataku, mengarahkan ujung penisku tepat di depan liang vagina Vera dan perlahan tapi pasti menekannya masuk.

Sedikit-demi sedikit penisku tenggelam dalam kehangatan liang Vera yang basah dan nikmat. Ketika hampir seluruh batang penisku yang berukuran 20 cm itu memasuki vagina, aku mencabutnya kembali. Kemudian kembali memasukkannya perlahan.

“Enghh.. Gila kamu Mas, kalau begini sebentar saja saya puas”, jerit Vera keenakan.
“Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih ada babak selanjutnya”, tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting susunya yang besar.
“Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas”, Vera memejamkan matanya.
Pada penetrasi kelima, Vera menjerit, “Sudah Mas, jangan tarik lagi, saya mau.. Mau.. Oh..!”

Dinding vagina Vera melejat-lejat seakan memijit batang penisku dalam kenikmatan birahi yang sedang direguknya.

“Oh.. Saya sudah sekali Mas”, katanya sambil menarik nafas.
“Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua?”, tanya Vera.
“Terserah Mbak”, kataku. Aku sih pasrah saja.
“Sini, saya emut saja dulu”.
“Hmm.. Boleh juga, Lia belum pernah oral dengan saya”, aku mencabut penisku dari dalam vagina Vera yang basah dan menyodorkannya ke Vera.

Wanita itu menjilati ujung penisku dengan lidahnya seakan membersihkannya dari cairan vaginanya sendiri, kemudian dengan sangat bernafsu ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Bibir seksi Vera terlihat menyedot-nyedot penisku seakan menyedot spermaku untuk keluar. Ia kemudian mengocok penisku dalam mulutnya hingga birahiku mencapai puncaknya.

“Oh.. Saya mau keluar nih, gimana?”, aku bingung apakah aku harus mengeluarkan spermaku ke dalam mulutnya atau mencabutnya.

Namun Vera hanya mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan jika aku memuntahkan spermaku ke dalam mulutnya.
Akhirnya aku mencapai orgasme dan memuntahkan semua spermaku ke dalam mulut Vera. Wanita itu tanpa segan-segan menelan seluruh spermaku. Sungguh lihai wanita ini memuaskan birahi laki-laki!

Kami duduk sebentar dan minum air dingin, kemudian Vera mengangkangkan kakinya kembali.

“Nah.. Sekarang babak kedua Mas, kalau mau jilat dulu silahkan, tapi utamakan yang ini ya”, Vera menunjuk ke arah klitorisnya yang agak besar.
“Oke Mbak, saya juga sudah biasa kok”, seruku.

Sejurus kemudian aku sudah berada di hadapan bibir kemaluan Vera yang baru saja aku nikmati. Sebelum kujilat terlebih dahulu kubelai bibir itu dari ujung bawah hingga klitoris. Kusingkap rambut-rambut kemaluannya yang menjalari bibir itu.

“Sudah gondrong nih Mbak”, seruku.
“Oh iya, habis mau dicukur percuma juga, enggak ada yang lihat dan jilat”, jawabnya nakal, “Besok pagi saya cukur deh, tapi janji malamnya Mas Aldi datang lagi ya..”.
“Oke.. Pokoknya setiap ada kesempatan saya siap menemani Mbak Vera”.

Aku kemudian asyik menjilati dan menciumi labium mayora dan minora Vera. Cairan vagina Vera sudah mulai mengalir kembali pertanda ia sudah terangsang kembali. Desahan Vera juga memperkuat tanda bahwa Vera menikmati permainan oralku. Dengan nakal aku memasukkan jari telunjuk dan tengahku ke dalam vaginanya dan kemudian mengobok-obok liang becek itu.

“Yes.. Asyik banget.. Say sudah siap babak kedua Mas”, seru Vera.

Aku sendiri sudah terangsang sejak melihat keindahan selangkangan Vera, jadi penisku sudah siap menunaikan tugas keduanya. Vera menungging di atas sofa.

“Sekarang doggy-style ya Mas..”

Aku sih iya saja, maklum.. Sama enaknya..

Sejurus kemudian kami sudah terlibat permainan babak kedua yang tak kalah seru dan panas dengan babak pertama, hanya kali ini aku memuntahkan sperma di dalam vaginanya.

Malam masih begitu panjang. Kami masih menikmati dua permainan lagi sebelum kelelahan dan mengantuk. Vera begitu bahagia, dan aku sendiri merasa puas dan lega. Mimpiku untuk menikmati tubuh montok tetangga hot ku terlaksana sudah. Bahkan kini setiap waktu jika Lia dinas ke luar kota maka Vera secara resmi menggantikan posisi Lia sebagai isteriku.

Asyik juga. Namun sebagai imbalannya aku mencarikan dan menggaji pembantu rumah tangga di rumah Vera. Betapa bahagianya Vera dengan bantuanku itu, ia semakin sayang padaku dan berjanji akan melayaniku jauh lebih memuaskan dibanding pelayanan kepada suaminya.

Dari kejadian tersebut aku semakin menyadari kebenaran pepatah: “Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau”, atau bisa diganti dengan: “Vagina isteri tetangga selalu terasa lebih nikmat”. END Kenzopoker.com


KADO ISTIMEWA DARI MAMA SAAT SUDAH WAKTUNYA AKU MENGENAL SEKS

Ini bermula kira-kira setahun yang lalu. Saat itu umurku mendekati 18 tahun. Aku ingat betul karena ceritaku ini terjadi berdekatan dengan ulang tahunku, dan mungkin sedikit berhubungan dengan ulang tahunku itu.



Hari itu adalah tepat satu hari sebelum hari ulang tahunku yang ke 18. Saat itu aku dan Mamaku sedang makan malam berdua. Oh iya ada yang hampir kulupakan. Sejak umur 15 tahun aku tinggal berdua dengan Mamaku. Orangtuaku bercerai ketika aku berumur 15 tahun. Dan aku memilih untuk ikut Mama. Entah kenapa tapi sejak kecil aku memang lebih dekat ke Mama. Mungkin karena Mama sangat sayang kepadaku.

Aku dan Mama tinggal di sebuah rumah yang lumayan besar. Maklumlah, Kakekku (dari pihak Mama) adalah pengusaha yang sangat sukses. Dan Mama adalah penerusnya. Oh iya sebagai gambaran, saat itu Mamaku masih berusia 33 tahun. Hari ulang tahun Mama terpaut dua minggu dari hari ulang tahunku.

Mama mempunyai wajah yang sangat cantik. Berkulit kuning langsat yang menambah kecantikannya. Dengan tinggi dan berat sekitar 165 cm dan 45 kg membuat Mama terlihat sangat ideal. Sedangkan buah dada Mama kuperkirakan berukuran 36 yang nantinya ternyata terbukti perkiraanku salah.

Kembali ke cerita awal. Pada saat asyik-asyiknya aku melahap makan malamku, Mama tiba-tiba berkata, “Ton, besok kamu kan ulang tahun.” .. Aku yang lagi enak-enaknya makan sih hanya mengangguk saja. Melihat aku yang tidak begitu menanggapinya, Mama berkata lagi, “Kalo Mama nggak salah umurmu udah 18 tahun kan?”

Dan seperti tadi, aku pun hanya mengangguk-angguk saja sambil tetap melahap makanan di depanku. “Ton, Mama ingin ulang tahunmu besok menjadi ulang tahun yang berkesan buatmu. Jadi kamu boleh meminta kado apa saja yang kamu mau.”

Aku yang mulai tertarik dengan ucapan Mama pun bertanya, “Kado apa saja Ma..?”
“Iya, kado apa saja yang kamu mau,” jawab Mama.
Dengan hati-hati aku bertanya lagi, “Ma, Toni kan udah gede.”
“Betul, Mama tau itu. Lalu..?” tanya Mama penuh selidik.
“Toni rasa udah waktunya Toni tau yang namanya… seks,” kataku dengan hati-hati.

Kulihat Mama agak terkejut dengan perkataanku barusan. Tapi setelah dapat menguasai keadaan, Mama pun tersenyum sambil bertanya, “Apa nggak ada kado lain yang lebih kau inginkan dari pada itu, Ton..?”

“Tadi Mama bilang boleh minta kado apa saja, kok sekarang jadi menolaknya. Kalo Mama nggak mau ya udah. Beri aja Toni kado sweater atau baju seperti ulang tahun Toni yang udah-udah.” kataku dengan wajah agak muram. Kenzopoker.com



“Wow, tunggu dulu donk Sayang. Kan Mama belon bilang mau apa nggak. Jadi jangan ngambek dulu donk.” kata Mama dengan wajah sabar.
“Jadi… boleh nggak, Ma..?” tanyaku dengan tidak sabar.
“Setelah Mama pikir, bolehlah. Buat anak tercinta sih apa saja boleh kok Sayang..” jawab Mama.
“Terima kasih Ma. Toni sayang banget sama Mama.” jawabku dengan antusias.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Seperti malam kemarin, aku dan Mama lagi makan malam berdua. Malam itu Mama terlihat cantik sekali. Mama tiba-tiba berkata, “Ton, kamu udah siap menerima kado istimewamu..?” tanya Mama dengan tersenyum manis.

Aku yang memang sudah tidak sabar langsung saja menjawab, “Ya jelas siap donk, Ma.”

Setelah selesai makan Mama menggandengku ke ruang televisi.

“Duduk di sini Sayang. Tunggu sebentar ya..!” kata Mama sambil menyuruhku duduk di permadani.

Mama lalu masuk ke kamarnya. Tidak lama kemudian Mama keluar dari kamar. Aku terkejut, karena sekarang Mama hanya memakai baju tidur yang sangat seksi dan menonjolkan setiap lekuk tubuhnya. Di tangannya, Mama memegang beberapa buah CD.

Mama lalu menuju ke VCD player lalu memasang CD yang dibawanya. Setelah diputar, ternyata itu adalah VCD XXX, VCD yang pertama kuingat berjudul ‘****’. Setelah duduk di sebelahku, Mama memandangiku sambil berkata, “Kamu udah siap Ton..?” tanya Mama.

“Udah dari tadi Ma.” jawabku.

Mama pun mendekatkan wajahnya ke wajahku. Lalu sedetik kemudian Mama mulai mencium bibirku. Dengan refleks aku pun membalas ciumannya. Dan tidak lama kedua lidah kami pun bertautan.

“Mmmh.. mmhh.. mmm..” hanya desahan saja yang terdengar kini dengan diiringi desahan-desahan dari film yang diputar di TV.

Aku memeluk Mama erat-erat sambil tetap berciuman. Mama pun terlihat sudah sangat terangsang. Tidak lama tanganku pun mulai menggerayangi tubuh Mama. Tangan kiriku mulai meremas-remas payudara Mama dari luar baju tidurnya. Sedangkan tangan kananku mulai meraba-raba selangkangan Mama.

“Ahh..!” teriak Mama ketika tanganku menyentuh vaginanya.

Setelah sekitar 20 menit kami saling berciuman dan saling meraba, Mama melepaskan pelukan dan ciumannya. Lalu Mama menuntun tanganku untuk membuka bajunya. Tanpa diminta dua kali, tanganku pun mulai beraksi melepas baju tidur Mama dari tubuhnya.

Sekarang Mama hanya memakai BH dan celana dalam saja. Mama tersenyum padaku lalu mendekatiku. Dan tidak lama, tangan Mama mulai berusaha melepas pakaian yang kukenakan. Aku hanya menurut saja diperlakukan begitu. Dan kini pun hanya tinggal CD saja yang melekat di tubuhku.

Dengan tubuh yang sama-sama setengah telanjang, aku dan Mama kembali berpelukan sambil berciuman. Hanya desahan saja yang terdengar di ruangan. Lalu perlahan tanganku membuka kaitan BH Mama. Melihat aku yang kesulitan membuka BH-nya, Mama tersenyum, lalu tangannya membantuku membuka BH-nya. Sekarang buah dada Mama yang indah itu pun terpampang jelas di depanku.

“Tetek Mama gede banget sih. Toni suka deh,” kataku sambil meraba payudara Mama.
“Jangan diliatin aja donk Sayang..! Dijilat dan disedot donk Sayang..!” pinta Mama.

Tanpa dikomando dua kali, aku langsung saja menjilati payudara Mama yang sebelah kanan. Sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara Mama yang sebelah kiri.

“Aahh… Ohhh… fuck..!” teriak Mama ketika buah dadanya kujilat dan kusedot-sedot.

Secara bergantian payudara Mama kusedot dan kujilati, sedangkan tangan kanan Mama meremas-remas batang penisku dari luar CD-ku. Dan tanpa sadar, Mama berusaha melepaskan CD-ku. Aku pun tidak mau kalah. Setelah puas menggarap payudara Mama yang besar itu, aku pun berusaha melepaskan CD Mama.

Melihat kelakuanku yang tidak mau kalah, Mama hanya tersenyum saja. Sesaat kemudian kami berdua sudah telanjang bulat. Aku hanya dapat menelan ludah melihat tubuh indah Mama. Di selangkangan Mama, terlihat bulu-bulu yang tertata rapi membentuk segitiga.

“Ton, kontol kamu gede bauanget,” kata Mama takjub melihat batang penisku yang sudah menegang.
“Masa sih Mam..?” tanyaku seakan tidak percaya, “Tapi tetek Mama juga gede kok. Emang tetek Mama itu ukuran berapa..?” tanyaku lagi.
“Ukuran 38B, emang kenapa si Ton. Kamu suka kan..?” tanya Mama.
“Ya jelas donk Mama sayang, mana mungkin Toni nggak suka.” jawabku, dan tanganku kembali meremas payudara Mama sambil menggigitnya.

“Aauww..!” teriak Mama, “Kamu nakal Sayang, masa tetek Mama digigit..?” kata Mama manja.
“Ma’af, Ma. Toni nggak sengaja.” jawabku sekenanya.
“Nggak apa-apa kok Sayang, Mama suka kok. Kamu boleh memperlakukan Mama sesukamu.” kata Mama sambil tangan kanannya masih meremas-remas kemaluaku.

Dan tidak lama Mama pun berjongkok, lalu tersenyum. Mama mendekatkan wajahnya ke kemaluanku, lalu mulai mengeluarkan lidahnya.

“Uuhh… aahh… enak Mam..!” aku berteriak ketika lidah Mama mulai menyentuh kepala penisku.

Mama masih menjilati penisku, mulai dari pangkal sampai ujung kepala penisku. Dan kedua bijiku pun tidak terlewatkan oleh lidah Mama. Aku hanya memejamkan mata sambil mendesah-desah memperoleh perlakuan seperti itu.

Setelah sekitar sepuluh menit, aku merasa kemaluanku berada di sebuah lubang yang hangat. Aku pun membuka mataku dan melihat ke bawah. Ternyata sekarang separuh penisku sudah masuk ke mulut Mama.

“Aahh… oohh.. yeeahh.. enaakk ba..nget Maa..!” teriakku lagi.

Kuperhatikan penisku diemut-emut oleh Mama tanpa mengenai giginya sedikit pun. Lidah Mama bergerak-gerak dengan lincah seperti ular. Dan sekarang kulihat Mama menyedot-nyedot bulu kemaluaku seperti mau dikeramasi.

“Maaa… enak Maa..!” aku hanya dapat berteriak.

Aku merasa ada yang mau keluar dari penisku, aku tidak tahan lagi, dan seerr.. Aku kaget juga, kupikir yang keluar tadi adalah sperma, tapi tidak tahunya adalah air kencingku yang menyembur sedikit.

“Wah, ma’af Ma. Toni nggak sengaja.” kataku buru-buru dengan napas yang masih terengah-engah.

Tapi apa yang terjadi, Mama malah menjilati air kencingku yang berleleran. Gila.., sensasi yang kurasakan sangat luar biasa. Dan tiba-tiba Mama menarik tanganku dan mengajakku ke kamar mandi. Kamar mandi kami dapat dibilang sangat besar dan mewah. Sudah itu wangi lagi.

Mama menuntunku menuju jacuzi, lalu Mama pun berlutut lagi. Batang penisku dikocok-kocok di depan wajahnya, terus disedot-sedot seperti makan es krim. Setelah itu Mama berdiri lalu duduk di sebelahku. Kedua kakinya dikangkangkan sehingga aku dapat melihat vaginanya dengan jelas.

“Sayang, sekarang kamu jilatin memek Mama ini..!” kata Mama sambil menunjuk ke arah vaginanya.

Setelah itu Mama tidur telentang di lantai kamar mandi. Aku langsung saja menuju bagian bawah pusar Mama. Kudekatkan wajahku ke vagina Mama, lalu kukeluarkan lidahku dan mulai menjilati vaginanya.

“Ahh… fuuckkk.. yeaahh.. shiitt… hisapnya itilnya Sayang..!” Mama hanya dapat meracau saat kujilati vagina dan klitorisnya kuhisap-hisap.
“Ohhh… Aahh.. fuuck… mee… yeaaahh… masukin kontolmu sekarang Sayang..! Mama udah nggak tahan..!” pinta Mama memohon.

Aku pun perlahan bangun dan mensejajarkan tubuhku dengan Mama. Kugenggam batang penisku, lalu perlahan-lahan kudorong pantatku menuju vagina Mama. Ketika memasuki liang senggamanya, Mama berteriak-teriak, apalagi ketika separuh penisku mulai menelusuri dinding vaginanya. Baru pertama kali aku merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti ini. Rasanya seperti diurut-urut, enak seperti dielus-elus daging basah dan kenyal.

“Aahhkk enak se..kali.. Sayang..! Fuuuck… me.. hardeer.. honey..!” jeritan Mama memenuhi kamar mandi.

Setelah sekitar 10 menitan, aku mencabut batang kemaluanku dari lubang vagina Mama. Mama terlihat sangat kecewa ketika aku melakukan itu. Dan tidak lama kemudian aku meminta Mama untuk berganti posisi. Kuminta Mama untuk menungging. Lalu dari belakang kuremas-remas pantat Mama yang semok itu. Lalu kuarahkan batang penisku ke bibir vagina Mama. Setelah kurasa tepat, lalu kusetubuhi Mama dari belakang dengan doggie style.

“Aduhh… enak… sekali Sayang..! Kamu… pin..tarr… Sayang..!” jerit Mama ketika kusetubuhi dari belakang.
Sedangkan aku pun tidak kalah hebohnya dalam berteriak, “Maaa… memek.. nya.. e..naak..!”

Rupanya gaya itu membuat Mama sudah tidak tahan lagi, sehingga sesaat kemudian, “Sayang Mama mau sam..paai… Aahhh..!” .. Mama berteriak keras sekali, dan aku yakin kalau kami tidak berada di rumah itu, orang lain pasti mendengar teriakan Mama.

Aku merasakan penisku seperti disiram cairan hangat. Walau kusadari Mama sudah mencapai puncaknya, aku tetap saja memompa batang penisku di dalam vagina Mama. Malah semakin giat karena sekarang liang Mama sudah licin oleh cairan Mama.

Dan tidak lama, “Maa… Toni.. mau sampaaii nih..!” kataku ketika aku merasa mau orgasme.
“Cabut kontolmu Sayaang..!” perintah Mama.

Segera saja batang kemaluanku kucabut dari liang Mama yang masih menungging. Mama lalu berbalik kepadaku dan memegang batang penisku. Lalu dibukanya mulutnya dan Mama pun mulai mengulum kemaluanku.

“Aahh… oohhh..!” hanya desahan itu yang keluar dari mulutku.

Dan, creet.. croott… crot..! air maniku menyemprot sebanyak sepuluh kali ke dalam mulut Mama. Mama tidak langsung menelan spermaku, melainkan memainkan spermaku di dalam mulutnya seperti orang yang sedang berkumur. Dan sebelum ditelan, Mama membuka mulutnya dan menunjukkan spermaku yang ada di dalam mulutnya itu. Baru setelah itu pejuku ditelan sampai habis.

Belum selesai sampai di situ, Mama menjilat-jilat batang penisku dan membersihkan sisa sperma yang masih menempel di kemaluaku. Rasanya ngilu, nyeri plus gimana gitu. Setelah itu kami berdua menuju ke ruang TV. Aku dan Mama duduk bersebelahan dalam keadaan telanjang bulat.

“Bagaimana kado nya, Ton..?” tanya Mama ketika sudah agak tenang.
“Luar biasa, Ma. Nggak ada kado yang sehebat tadi. Terima kasih, Ma.” sahutku.
“Mama bahagia kalo kamu puas. Sebenarnya Mama juga menginginkannya kok.” jawab Mama.
“Lalu kenapa Mama nggak minta ke Toni..?” tanyaku lagi.

“Iya ya, kalo tau kamu punya kontol segitu gedenya Mama pasti udah minta sejak dulu. Tapi nggak apa-apa kok, kan belon terlambat. Betul kan..?” sahut Mama sambil tersenyum manis padaku.

“Iya Ma. Tapi Ma, setelah ini masih ada ronde selanjutnya kan..?” tanyaku.
“Kalo kamu masih kuat, ya pasti donk Sayang..!” jawab Mama manja.
“Toni sayang banget sama Mama,” kataku.
“Mama juga sayang banget sama Toni.” jawab Mama.

Setelah berisrirahat secukupnya, kami berdua melanjutkan persetubuhan kami sampai jam dua pagi. Setelah itu kami berdua tidur dalam keadaan telanjang bulat. Dan keesokan harinya aku dan Mama, yang kebetulan lagi tidak masuk kerja, berada di rumah dalam keadaan telanjang bulat selama sehari penuh. Dan tidak terhitung berapa kali kami bersetubuh.

Sampai sekarang aku masih tinggal dengan Mama dan masih setia menyetubuhi Mama setiap hari, selama Mama tidak haid. END Kenzopoker.com


Rasa Terima Kasih Telah Memuaskanku Maya

Hallo, Mas Dani, ini aku..” suara renyah seorang wanita dengan logat khas Jawa terasa bagai batu batere yang langsung mengembalikan energi.
Dengan penuh semangat aku bangkit dan membalas sapaan si penelpon yang sejak sepekan terakhir memang sudah sangat kurindukan.
“Kamu di mana May, kapan sampai, naik apa, trus aku jemput di mana..?” saking rindunya, aku memborbardirnya dengan pertanyaan yang langsung dibalas dengan tawa terkekeh-kekeh.
“Nafsuan amat sih, Mas nanyanya. Aku bingung mesti jawab yang mana..?” balas Maya, wanita yang telah mampu mencuri hatiku di tengah kenyataan bahwa aku kini adalah suami dari seorang isteri dan ayah dari empat anak.



Singkat cerita, aku tahu posisi Maya saat ini di mana dan langsung saja janjian untuk bertemu di tempat yang sudah kami sepakati, dekat sebuah hotel di kawasan Ciawi. Tanpa buang waktu, aku pun berganti pakaian.

“Gua tinggal dulu bentaran, Roy. Ada urusan penting,” teriakku di pintu kamar mandi GOR yang tengah dipakai Roy.
Tanpa menunggu jawaban mitra olahraga tenis mejaku itu, dengan Suzuki Forsa warna merah tua yang sudah tiga tahun terakhir menemaniku, aku meninggalkan GOR. Sepanjang perjalanan sudah membayang indahnya pertemuanku dengan Maya.

*****

Aku mengenal Maya setahun lalu, saat sama-sama dalam bus Pahala Kencana yang membawa kami dari Semarang tujuan Bogor. Aku memang berasal dari Semarang, namun sejak 10 tahun terakhir menetap di Bogor. Keberadaanku di Semarang saat itu adalah menghadiri pemakaman seorang tanteku, adik ayah. Ayahku sendiri sudah tiga tahun lalu kembali ke pangkuan-Nya. Sementara ibuku, kini menetap di rumah kakakku, di perumahan Cinere, Jakarta Selatan.

Kebiasaan naik bus malam tujuan Bogor-Semarang dan sebaliknya dalam beberapa tahun terakhir, telah melahirkan kebiasaan baru pada diriku, yakni memilih tempat duduk nomor 5 di jajaran belakang sopir. Jujur saja, sebagai seorang Pridosel (Pria doyan selingkuh), doa yang muncul terus menerus di dalam hati adalah moga-moga yang duduk di bangku sampingku nanti adalah Wanimpri (Wanita impian pria).

Soal Wanimpri, memang tergantung pada selera. Bagiku sendiri, wanita impian adalah seseorang wanita yang memiliki wajah menarik (bukan berarti tangannya terletak di bagian wajah, hehehe), bentuk badan menarik (tidak segemuk ayam broiler, juga tidak sekurus lidi), dan paling utama, enak untuk diajak bercanda (kalau pake pelawak kan mahal).

Doa konyol itu terkabul, malah berlebih. Pukul 13.00 yang menjadi jadwal bagi persiapan pemberangkatan bus, sesosok wanita ayu dengan sebuah tas kain di pundak kiri tengah menggendong seorang balita menaiki tangga pintu masuk bus. Aku merasa berani memastikan bahwa wanita itu pasti akan duduk di bangku kosong sebelahku. Pasalnya, seluruh bangku penumpang kuperhatikan sudah terisi

“Maaf Pak, ini benar bangku nomor enam..?” sapa wanita itu pelan.
Aku menganggukkan kepala perlahan tanpa menjawab. Bagiku, pertanyaan itu lebih mirip basa-basi dan tidak perlu dijawab, karena pasti wanita itu sudah tahu nomor bangku yang dia maksud berdasar denah yang ada di kantor agen perjalanan tempat dia membeli tiket bus. Kendati demikian, aku menganguk. Tidak ada salahnya toh, menyenangkan orang, apalagi untuk seorang wanita ayu, kendati si wanita ayu itu membawa buntut. Mendinganlah, daripada nenek-nenek, pikirku. Sambil menggeser badan, sempat beberapa saat mataku memandang wajah wanita di sampingku. Dan kesimpulan singkat yang kuperoleh saat itu, wanita ini sedang dirundung masalah. Bisa diproyek, nikh, demikian otak nakalku.

Tanpa terasa, bus telah melaju meninggalkan kota Semarang. Beberapa kali ujung mataku melirik ke samping, sementara yang kuperhatikan tampaknya tidak punya minat (mungkin belum) untuk menoleh ke arahku. Pandangan wanita di sampingku itu lurus kaku ke depan. Sesekali aku mendehem, sesekali pula aku mengubah posisi dudukku. Maksudnya sih jelas, mencoba memancing perhatian si wanita. Gagal. Akhirnya aku pejamkan mata, mencoba memanfaatkan waktu dengan tidur.

Namun aku merasa mendapat peluang saat supir bus memarkir kendaraan untuk istirahat dan makan malam di kawasan Kendal. Saat itu sudah sekitar pukul 19.00. Ketika kubuka mataku, sebagian besar penumpang bus tidak ada di tempatnya, termasuk di bangku depan, kiri, kanan samping dan belakangku. Tapi kurasakan bahwa wanita yang duduk di bangku sampingku masih di tempatnya.

Setelah menguap beberapa kali, aku menggeliatkan tubuh. Juga kugeliatkan kepalaku dengan membuat putaran searah jarum jam dan sebaliknya. Kulakukan itu dua tiga kali, rupanya perbuatan itu mendapat respon dari wanita yang duduk di sampingku.
“Perjalanannya melelahkan ya, Pak..?” ujarnya lirih.
Aha, es batu itu akhirnya cair juga.
“Iya, Mbak. Eh, nggak turun makan, Mbak..?” aku tersenyum, sementara sepasang mataku melirik ke arah anaknya yang tampak pulas di pangkuan.

“Sebenarnya mau, tapi..,” tatapan mata wanita di sampingku itu sepertinya telah membuat kata-kata lanjutan yang langsung kutangkap maknanya.
Wanita ini tengah dalam kesulitan, dan di antara sekian kesulitan itu, tentu bermuara pada soal yang namanya uang. Aku tersenyum sendiri, mendapat kesimpulan seperti itu.
“Ayo kita turun makan. Mungkin putra Mbak juga lapar..,”
Tanpa menunggu persetujuannya aku mengambil inisiatif dengan berdiri dan mempersilakannya untuk sama-sama turun bus dan makan di restoran.

Dari perbincangan, kutahu namanya Maya. Perjalanan hidup wanita ayu berusia 26 tahun yang ternyata berasal dari Jepara itu ternyata kurang menggembirakan. Suaminya sejak setahun lalu pergi tanpa kabar berita, menyusul pertengkaran hebat antara mereka. Maya menuturkan, dia berangkat ke Bogor setelah mendengar kabar suaminya itu kini menetap di rumah mertuanya dan telah bekerja kembali di sebuah perusahaan swasta.

“Saya mencari suami saya bukan untuk kembali, tapi menuntut cerai. Seorang bekas teman kuliah telah meminta saya untuk mau menjadi isterinya,” papar wanita itu dengan nada polos.
Maya menuturkan, dia sebenarnya berasal dari keluara yang bahagia. Ayahnya sejak tiga tahun lalu pensiun dari kegiatannya sebagai pegawai Kantor di sebuah Departemen di Jepara. Dia sendiri merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Tidak berapa lama setelah dia lulus, Ibrahim (asli Bogor), manajer perusahaan mebel ukir yang tidak jauh dari rumahnya datang melamar. Namun kebahagiaan rumah tangganya menghadapi cobaan. Krisis moneter di tahun 1997 menghadirkan gelombang badai. Perusahaan tempat suaminya bekerja termasuk yang rentan dan gagal untuk bangkit dari kebangkrutan.

Tidak tahan menghadapi kenyataan, sang suami menghabiskan uang pesangon dari perusahaan dengan berjudi bersama sesama teman korban PHK. Tidak hanya uang pesangon yang habis, sebagai isteri dia ternyata juga dijadikan taruhan. Dan Maya dihadapkan pada kenyataan betapa Ibrahim, suaminya tercinta begitu tega untuk menyerahkannya pada salah seorang teman kerjanya yang memenangkan perjudian tersebut.

“Saya layani pria itu melampaui layaknya pelayanan yang biasa diberikan seorang isteri terhadap seorang suami sebagai pembalasan atas suami saya yang telah menjadi pecundang itu,” paparnya.
Ketika saya tanya lebih jauh apa yang dia maksud, Maya berkata bahwa pelayanan habis-habisan yang dia berikan pada teman kerja suaminya itu adalah seperti yang muncul dalam beberapa adegan film biru.
“Termasuk gaya ‘Kijang Panther’..,” katanya datar membuatku terpancing untuk bertanya arti gaya tersebut yang segera dijawab, “‘Kaki kejang pantat muter-muter’..” kalimat terakhir ini membuatku tidak dapat menahan tawa.

Namun saya tidak dapat lebih lama menikmati kenyamanan di restoran bersama Maya. Bunyi klakson bus memaksa kami untuk menyudahi perbincangan mengasyikkan di restoran itu. Kali ini saya tidak mengambil posisi di jendela. Posisi itu saya berikan pada Maya, sehingga dia dapat lebih rileks dalam memangku anaknya. Pembicaraan yang terputus saat istirahat makan di restoran kami lanjutkan. Makin lama semakin menjurus, tapi juga dengan nada yang semakin menurun setara dengan nada bisik-bisik.

Sekali waktu, entah sengaja atau tidak, dia membiarkan saja tangan kananku terjepit di sela-sela buah dadanya dan kepala anaknya, aduh mak, jeritku. Aku tidak menyia-nyiakan peluang emas ini. Punggung jari tengah dan kelingkingku dengan lembut bergerilya di permukaan kaos pada bagian buah dadanya, membuat Maya beberapa kali menggelinjangkan tubuhnya.
“Geli, Mas Dani,” suaranya yang lirih di telingaku membuat aku menghentikan gerakan sekaligus menetralisir keadaan dengan melayangkan pandangan mata ke sekeliling penumpang bus. Kenzopoker.com



Malu juga rasanya jika ada yang diam-diam memperhatikan ulahku. Deru mesin bus cukup menolong juga. Sepertinya saling memahami, kami berdua tidak melanjutkan obrolan. Namun yang terjadi kemudian adalah aku mendapat keleluasaan dari Maya. Caranya, anaknya yang tidur di pangkuan kami berdua dengan letak kepala di paha Maya dan kaki di pahaku, ditutupi selendang lurik yang diambil dari tas kain.

Tidak ragu lagi, tanganku kini dengan mudah menjalar, berbelanja gratis. Karena tempat belanja yang paling mudah dicapai adalah di bagian buah dada, ya ke sana lah tanganku menuju. Gerakan-gerakan pelan dari punggung jari tengah dan kelingkingku lagi-lagi membuat Maya menggelinjangkan tubuh.

“Geli..,” bisiknya.
Tanpa kuduga, jari-jari tangan kirinya bergerak ke arah selangkanganku, membuat gerakan mengelus-elus, lalu meremas, pelan, membuat si ‘junior’ terasa mengeras, mengakibatkan sedikit rasa sakit karena terbelenggu oleh celana dalam. Beberapa saat kemudian aku cium aroma aneh. Aroma yang sangat khas dan aku kenal biasa muncul dari seorang wanita yang tengah orgasme.

Benar ternyata.
“Saya keluar, Mas. Terima kasih..,” bisik Maya.
“Keluar apanya,” tanyaku, pura-pura bego.
Maya tidak menjawab, tapi jari-jari tangannya beraksi, mencubit paha di bagian selangkanganku, membuatku nyaris berteriak. Spontan aku tutup mulutku dengan kepalan tangan bagian punggung dan menggeliat, kemudian meguap, sebuah trik supaya penumpang bus di kiri-kanan dan belakangku tidak curiga.

“Maaf, Mas. Salahnya, sih.” Sikapnya yang kini tidak segan untuk menyandarkan kepalanya di bahuku membuatku sangat senang.
Pikiranku saat itu tengah mereka-reka sebuah rencana setibanya nanti di Kota Bogor.
“Kau juga harus bisa membuatku keluar. Kau harus membuatku senang, Maya. Dan aku, aku, aku ingin merasakan pelayanan maksimal, termasuk jurus ‘Kijang panthermu’..,” kataku dalam hati.

*****

Dan pagi itu aku benar-benar dibuat melayang-layang, terbang ke swargaloka oleh Maya. Harus kuakui, dari sekian banyak wanita yang pernah kugauli, termasuk isteriku yang sampai kini setia mendampingiku, baru kali ini aku merasa mendapatkan kepuasan seks yang demikian lengkap. Secara lahiriah aku merasa menjadi pejantan terhebat di dunia. Secara batiniah, aku mendapatkan keindahan yang begitu hebat tentang seks. Maya benar-benar mampu membuatku begitu bugar. Barangkali semua ini tidak lepas dari caranya yang begitu ‘pas’ dalam menempatkan diriku sebagai seorang lelaki yang dia nilai layak untuk menyetubuhinya.

“Mandi air hangat dulu. Biar segar, ya Mas Dani..,” ujarnya.
Saat itu kami telah berada di sebuah hotel yang cukup bersih di kawasan Ciawi, Bogor. Anak Maya, saat itu tertidur pulas.

Dengan perasaan yang campur aduk (termasuk mereka-reka jawaban yang dapat kusampaikan pada isteriku jika pulang nanti, karena harusnya pulang pagi kok jadi sore), aku mengguyur tubuhku dengan shower yang mengeluarkan air hangat. Saat itulah kurasakan adanya tangan halus yang tengah menggosokkan sabun di bagian punggungku. Maya ternyata. Wanita itu tersenyum dan, surprise, dia dalam keadaan telanjang bulat memandangiku.

“Tubuh Mas bagus..,” sepasang matanya yang nakal sempat melirik ke arah selangkanganku.
Kucoba menarik tubuhnya untuk kupeluk, tapi dia menghindar.
“Nanti dulu, disabun dulu biar enak dan segar dipakenya.”
“Dipake apa dan oleh siapa..?” tanyaku.
Maya hanya senyum simpul.

Singkat cerita, selepas saling guyur dan saling sabun, badanku merasa segar bugar, sementara si junior meronta-ronta, sedikit pegal karena cukup lama dalam kondisi ‘siap tempur’. Sensasi luar biasa indah kuperoleh ketika aku berjalan menuju tempat tidur dengan kondisi saling berpelukan dan saling mengulum bibir dengan Maya. Tampaknya Maya mendapatkan kenyamanan dalam acara adu bibir.

Dalam tempo lama, kepalaku dia peluk, sehingga upaya melepaskan pertautan bibirku dengannya tidak berhasil. Sementara gerak lembut jari-jari tanganku di dua buah dada Maya dan sesekali memelintir putingnya, membuat wanita ini mulai naik. Hal ini terasa dengan gerak tangannya yang bagai tak sadar mencari-cari bagian selangkanganku. Saat dia temukan yang dicari, barang itu pun diremas-remasnya dengan pelan.

“Saya mau, Mas..,” bisiknya.
Saya mengangguk. Maya pun membuka selangkangannya, dan membimbing si junior untuk memasuki alat vital kewanitaannya. Saya mengambil sikap seperti memenuhi keinginannya. Saya ambil bantal, lalu saya sodorkan ke arah pantatnya, sehingga belahan vagina Maya benar-benar tampak jelas.

“Mas..,” Maya berteriak kecil saat kepalaku tiba-tiba sudah menjilat-jilat permukaan lubang vaginanya.
Kedua tangannya berusaha keras menyingkirkan kepalaku dari bagian vaginanya, sementara desah nafasnya terdengar tidak beraturan. Sesekali kulihat dia menggigit bibir, sepasang matanya terpejam, sedangkan tangan kedua tangan kanannya akhirnya meremas-remas pundakku.

Tidak tega juga aku saat memandang wajahnya yang terlihat sayu. Aku pun berjongkok dan mendekatkan alat vitalku ke permukaan vaginanya. Wajah Maya kulihat begitu ‘Sumringah’. Sepasang matanya yang tajam menusuk pandang mataku serasa memberi isyarat agar aku segera memasukinya.

Dan Maya pun berdesah panjang saat alat kelaminku memasuki lubang miliknya. Gaya Maya yang dengan penuh perhatian sesekali mengusap wajah dan dadaku, mampu menambah daya rangsangku. Di saat itulah aku merasakan vagina Maya terasa memilin si junior. Pilinan yang bercampur dengan pijatan-pijatan lembut di satu sisi, serta cara Maya memandangku sepertinya melontarkanku ke suatu tempat yang sangat nyaman. Sangat indah. Oo.., begitu indahnya, aku berharap keindahan ini jangan cepat hilang.

Tapi ketika puncak keindahan itu sampai, ditandai dengan menegangnya tubuhku dibarengi pancaran air yang menerobos lewat lubang kencingku ke vagina Maya, aku pun tidak dapat mengelak.
“Aku korban ‘Kijang Panther’..,” desahku, sambil berguling ke sisi tubuh Maya.
Maya tersenyum, sedikit malu, tangan kanannya menggebukku pelan, mesra.

Selama beberapa saat aku telentang. Pandangan mataku sempat melirik ke arah anak Maya yang masih pulas. Sedangkan Maya tidak kulihat, rupanya tengah ke kamar mandi. Pandangan mataku mengarah ke langit-langit, sementara pikiranku mencoba memutar kembali rekaman pengalaman persetubuhanku dengan Maya barusan.

Di tengah kondisi mata terpejam dan tubuh telentang, aku rasakan alat kelaminku dibersihkan sebuah tangan dengan handuk dan air hangat.
“Aku sangat puas, terima kasih, Mas..,” Maya mengecup si junior.
Dampaknya luar biasa. Si junior tidak dapat kukendalikan.
Maya seperti mengerti apa yang kupikirkan, “Aku juga pengin lagi, kok Mas..,”

Hari itu aku putuskan untuk menginap, menemani Maya di hotel, setelah lebih dahulu aku menelepon rumah dan mendengar suara isteriku yang mengabarkan tidak ada masalah apa-apa. Aku katakan aku batal pulang hari ini karena ada acara reuni dengan teman-teman lama. Sebelum bertanya macam-macam, aku kemukakan bahwa untuk oleh-oleh, aku sudah membawa beberapa dus bandeng presto dan wingko babat kegemaran isteriku (kadang kupikir aku ini begitu egois. Tapi salah isteriku juga sih. Kok lebih memikirkan bandeng presto. Coba dia tanyakan keadaan bandengku.., hehehe).

Singkat kata, Maya dengan bantuanku akhirnya beberapa bulan kemudian berhasil mendapatkan surat cerai dari suaminya, melalui proses pengadilan agama. Dan agaknya kini dia berada di Bogor dalam rangka mengucapkan terima kasih atas bantuan yang aku berikan berupa penyediaan kamar hotel plus ongkos pulang ke Semarang (padahal aku tidak merasa rugi karena selalu mendapat pelayanan seksual yang fantastis).

*****

Tiba di hotel yang sudah kupesan sebagai tempat pertemuanku dengan Maya, aku langsung mengarahkan mobil ke parkir di tempat yang agar terlindung. Biasa, jaga-jaga jangan sampai ketemu teman, kenalan atau lebih-lebih kerabat isteri. Bisa runyam nanti. Petugas Satpam dan resepsionist yang melihatku mengangguk hormat dan tersenyum kecil.
“Tamunya sudah ada di atas, Oom..,” satu di antara dua pria petugas resepsionist itu memberi informasi.
Aku mengangguk dan langsung menuju kamar 202 yang merupakan kamar favoritku di hotel ini.

“Hai, apa kabar May..?” aku tidak menyelesaikan kalimatku.
Wanita yang membuka pintu kamar dan berdiri di depanku rupawan, tapi dia bukan Maya. Gadis itu melempar senyum.
“Maaf, saya salah..,” dengan kikuk aku berancang-ancang memutar badan.
“Mas Dani, ya..? Nggak salah, kok. Mau nemuin Maya, kan..? Saya Rani, temen Maya..,” gadis itu mengangsurkan tangan.
Aku terima. Halus juga nih tangan. Tanpa banyak kata, Rani memintaku untuk masuk kamar. Tidak kulihat Maya di ruang itu. Ah, mungkin dia lagi di toilet, demikian pikirku.

Aku pun duduk di sofa. Sementara itu kulihat Rani mengambil sesuatu di dalam tasnya. Sebuah amplop surat. Rani menyodorkan amplop itu padaku. Penilaian kilatku langsung menyatakan bahwa Rani memiliki perawakan tubuh lebih tinggi dibanding Maya. Maya memiliki tinggi sekitar 160 cm dengan berat badan 50 kg. Tingi badan gadis di depanku ini sekitar 165 cm dengan berat sekitar 63 kg. Warna kulit Rani sedikit lebih putih, bedanya pada ujung bibir atas sebelah kanan Rani tidak terdapat andeng-andeng (tahi lalat). Yah setiap orang punya ciri khas, memang.

Dengan penuh tanda tanya, kubuka surat itu. Beberapa kali aku tarik nafas panjang, kutahan, lalu perlahan-lahan kuhembuskan, menghembuskannya dalam-dalam. Sesekali kupandang Rani yang duduk di kursi sampingku, tampaknya cukup sabar untuk menanti reaksiku.

“Jadi Maya sudah balik lagi ke Jepara, Ran..?” tanyaku.
Rani mengangguk.
“Terus kamu..,”
“Terserah sama Mas Dani. Kalau kehadiran saya di sini nggak diinginkan, saya ya segera tinggalkan tempat ini. Tapi saya sendiri sebenarnya ingin kenal Mas Dani lebih jauh.”
Kaget juga mendengar kalimat seperti itu muncul dari seorang gadis yang baru kukenal.

“Maksud Rani..?” tanyaku pula.
Rani menggeser kursinya sehingga lebih dekat dengan kursiku.
“Saya penasaran dengan cerita Maya..,” ujarnya.
“Penasaran gimana..?” aku ikutan penasaran.
Barangkali jika Rhoma Irama mendengar, dia bakal ikut penasaran pula.

Rani menuturkan bahwa diantara dia dan Maya terjalin pershabatan sejak sama-sama SMP di Jepara. Tidak ada rahasia bagi keduanya. Beberapa bulan lalu, saat Rani yang kini mengadu nasib dengan menjadi guru Geografi di sebuah SMUN di Bekasi pulang kampung, keduanya bertemu dan saling bertukar cerita. Termasuk, menurut Rani, hubungan yang aneh antara Maya denganku.

“Maya sangat memuji dan mengagungkan nama Mas Dani sebagai seorang teman yang menyenangkan. Maya sering menyebut bahwa dia sulit menghapus bayangan Mas Dani dari pikirannya..,”
We la dalah.., hatiku mendadak kembang kempis mendengarnya.

Aku pun mulai menangkap hubungan antara telepon Maya, suratnya, dan keberadaan Rani di hotel saat ini bersamaku. Dalam suratnya, Maya menegaskan pekan ini dia jadi menikah dengan bekas teman kuliah yang dulu pernah dia ceritakan padaku. Dia ingin mengawali hidup barunya tanpa beban. Untuk itu, dia telah mengungkap pula hubungan unik antara dirinya denganku, serta menjadikan semua yang terjadi sebagai bagian masa lalu yang tidak akan terulang lagi.

Maya menulis, calon suaminya itu bisa mengerti dan malah tertarik untuk kenal denganku.
“Atas persetujuan Mas Eko, saya undang Mas Dani pada pernikahan kami nanti. Datanglah.”
Di bagian lain, Maya mengungkap tentang Rani, sahabatnya yang gundah, beberapa tahun hidup menyendiri di tengah hingar bingarnya kehidupan metropolitan. Selain meminta maaf jika kejadian ini mengecewakanku, Maya meminta bantuanku agar mau menjadikan Rani, sahabatnya, sebagai sahabat istimewak

Mendadak aku jadi ingat sejarah Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang yang ketika muda dikenal dengan nama Karebet. Dalam upayanya menjadi seorang raja, Karebet suatu saat menemui Kanjeng Ratu Kalinyamat yang tengah melakukan tapa brata secara bugil, dan baru akan memakai pakaian setelah pembunuh suaminya Pangeran Hadiri, yakni Arya Penangsang mati.

Kepada Karebet, Ratu Kalinyamat menjanjikan hadiah istimewa berupa dua gadis cantik yang setia mendampinginya, jika mampu mewujudkan janji, yakni membunuh Arya Penangsang. Karebet menikmati hadiah itu, setelah Sutawijaya (kelak jadi raja Mataram) selaku anak angkatnya membuyarkan usus di lambung Arya penangsang dengan sebuah tombak.

Aku menengadahkan wajah, memandang langit-langit dan kemudian tersenyum sendiri. Dalam wujud yang berbeda, aku merasakan kesetaraan pengalaman hidupku dengan apa yang pernah terjadi pada era Kanjeng Ratu Kalinyamat. Mendapat sebuah hadiah istimewa dari seorang wanita berupa gadis cantik untuk sebuah perbuatan yang menyenangkan, si wanita pemberi hadiah.

“Kamu tahu, nggak Ran, aku saat ini suami sah dari seorang isteri dan ayah sah dari empat anak. Aku tak mau mengubah kondisi itu..,” ujarku pada Rani, setelah selama beberapa waktu kami saling berdiam diri.
Bagiku, hal ini penting kusampaikan sebagai antisipasi dampak yang mungkin terjadi (jika benar) Rani menginginkan sebuah hubungan unik sebagaimana pernah terjadi antara sahabatnya, Maya, denganku.

Rani tersenyum. “Aku juga mendapat informasi soal itu dari Maya. Nggak masalah. Mas Dani nggak usah khawatir,” tegasnya.
Aku menghela nafas panjang, lega.
“Jadi keputusan Mas Dani..,” Rani memandang wajahku lekat.
Aku mengangkat bahu dan bangkit berdiri, dan kurengkuh tubuh Rani, “Kamu juga faham soal ‘Kijang Panther’..,” helaan nafas yang lalu kuhembuskan lembut di telinganya membuat Rani spontan merapatkan tubuh dan menempelkan pipinya ke pipiku.
“Bagian yang itu, Rani nggak janji..,” bisiknya manja.
Aku tergelak.

Saat aku dan Rani mencapai puncak kenikmatan yang ditandai dengan menegangnya tubuhku dan suara erangan Rani disertai sepasang tangannya mencengkeram bahuku, aku pun berdesis, “Terima kasih Maya.”
Rani melotot, “Kok Maya..?”
Aku tersenyum. “Karena dia menghadirkan kamu di sini.”
Aku memeluk Rani yang balas memelukku. Kami sama-sama tersenyum saat melihat sepasang cicak berkejaran di langit-langit. Ah, indahnya. Kenzopoker.com

 

SENSASI ML DENGAN PAKDHE KU

Sejak kegadisanku hilang, aku menjadi pendiam. Keceriaan yang selama ini menjadi ciri khasku seolah-olah hilang sirna. Aku menjadi sangat berubah. Selangkanganku masih terasa sakit hingga beberapa hari setelah kejadian itu.

Mbak Ningsih yang selama ini sangat memperhatikanku sangat heran melihat perubahan yang terjadi pada diriku. Akhirnya aku mengaku terus terang kepada Mbak Ningsih tentang kejadian yang menimpaku. Ia hanya menghela napas merasa prihatin akan musibah yang kualami.



Kira-kira satu bulan sejak aku dinodai Pakdheku, Mbak Ningsih minta pamit kepadaku dan juga Pakdheku. Mbak Ningsih setelah lulus SMK diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta di daerah Malang dan pindah ke Malang. Sehingga sejak saat itu aku yang baru masuk SMU harus tinggal berdua saja dengan Pakdhe.

Suatu hari, kira-kira seminggu sejak kepergian Mbak Ningsih, saat itu aku sedang mencuci pakaianku dan pakaian Pakdhe. Hari itu sekolahku libur karena tanggal merah jadi aku bersih-bersih rumah. Pakdhe seperti biasanya merapikan tanaman di halaman depan yang sudah mulai tumbuh tidak teratur.

Setelah kuselesaikan cucianku dan kujemur, aku berniat mandi. Baru saja mau menutup pintu kamar mandi, tiba-tiba tangan Pakdhe mengganjal pintu kamar mandi dan menyerobot masuk. Aku tidak sempat berteriak karena tiba-tiba Pakdhe sudah memelukku. Tubuhnya yang hanya tertutup celana kolor dan sudah basah penuh keringat memelukku erat-erat. Aku tidak berani berteriak karena diancam kalau tidak mau melayani nafsunya aku akan diusir dari rumah itu dan tidak dibiayai sekolahku. Aku merasa takut sekali dengan ancamannya hingga dengan air mata yang kutahan aku pasrah akan apa yang dilakukan Pakdhe padaku.

Tangan Pakdhe dengan cekatan melucuti dasterku, bra-ku lalu celana dalamku hingga aku benar-benar bugil. Tanpa membuang waktu Pakdhe segera melepas kolornya dan telanjang bulat. Batang kemaluannya yang berwarna hitam kecoklatan masih mengkerut dan menggantung lunglai. Kemudian Pakdhe duduk di tepi bak mandi keramik dengan kaki yang terbuka. Ditariknya tubuh telanjangku ke dalam pelukannya dan dilumatnya bibirku dengan rakusnya.

Mulutku masih tertutup saat lidah Pakdhe mulai mencoba menerobos masuk ke dalam mulutku. Karena tidak tahan dengan sapuan-sapuan lidahnya yang mendesak-desak bibirku, akhirnya bibirku pun terbuka. Pakdhe segera menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku dan mendorong-dorong lidahku.
Mula-mula aku diam saja, namun lama-kelamaan aku jadi terangsang juga. Apalagi batang kemaluan Pakdhe yang tadinya mengkerut perlahan-lahan mulai mengembang dan mengganjal perutku. Aku mulai bereaksi. Lidahku tanpa sadar membalas dorongan lidah Pakdhe.

Tubuhku mulai menggerinjal dalam pelukan Pakdhe saat tangan Pakdhe mulai menggerayangi buah pantatku. Tangan Pakdhe dengan gemas meremas dan memijat buah pantatku lalu ditariknya tubuhku hingga semakin ketat lengket dalam pelukannya.

Setelah puas memainkan lidahnya dalam mulutku, tangan Pakdhe menekan kepalaku hingga aku disuruhnya berlutut di depan selangkangannya. Batang kemaluannya yang sudah keras nampak mengacung tegak di depan wajahku. Ditariknya wajahku ke selangkangannya dan disuruhnya mulutku menciumi batang kemaluannya itu. Dengan agak risi aku terpaksa membuka mulutku dan mulai menciumi batang kemaluannya yang sudah mengeluarkan sedikit cairan.

Kepalaku didorong maju mundur oleh tangan Pakdhe yang mencengkeram rambutku hingga batang kemaluannya mulai bergeser keluar masuk dalam mulutku. Kerongkonganku tersodok-sodok ujung kepala kemaluan Pakdhe yang keluar masuk dalam mulutku. Kudengar napas Pakdhe mulai menggebu. Batang kemaluannya semakin mengeras dalam kuluman mulutku.

Mungkin karena tak tahan, Pakdhe segera menarik tubuhku agar berdiri lalu mendudukanku di sisi bak mandi. Mulutnya segera mencecar payudaraku kanan dan kiri silih berganti. Aku menggelinjang hebat manakala mulut Pakdhe dengan rakusnya mempermainkan kedua puting payudaraku. Tangan Pakdhe pun tak tinggal diam. Tangannya mulai merayap ke selangkanganku yang terbuka lebar dan mulai meremas gundukan bukit kemaluanku.

Aku sampai megap-megap mendapat rangsangan seperti itu. Aku semakin tersiksa oleh gejolak nafsu.
Mulut Pakdhe lalu merayap menyusuri perutku dan mulai menjilati gundukan bukit kemaluanku. Dikuakkanya kedua bibir kemaluanku dengan jari-jarinya lalu disusupkannya lidahnya ke dalam lubang kemaluanku.

Tubuhku yang duduk di sisi bak mandi hampir saja terjatuh karena menggelinjang saat lidah Pakdhe mulai menggesek-gesek dinding lubang kemaluanku. Tanpa sadar tanganku mencengkeram rambut Pakdhe dan menekankan kepalanya agar lebih ketat menekan bukit kemaluanku.

Aku semakin blingsatan menahan rangsangan yang diberikan Pakdhe di selangkanganku. Tanpa sadar mulutku mendesis-desis dan dudukku bergeser tak karuan. Perutku mulai mengejang menahan desakan gejolak yang meledak-ledak. Tubuhku terasa mulai mengawang dan pandangan mataku nanar. Akhirnya dengan diiringi rintihan panjang aku mencapai orgasmeku.

Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba Pakdhe sudah berdiri di hadapanku. Batang kemaluannya yang keras dicocokkan ke bibir kemaluanku dan digesek-gesekkannya ujung kepala kemaluannya ke bibir kemaluanku yang sudah basah dan licin. Aku menggelinjang lagi saat benda hangat itu mulai menerobos masuk ke dalam bibir kemaluanku. Bibir Pakdhe Mitro dengan rakusnya mulai melumat bibirku sambil mendorong pantatnya hingga batang kemaluannya semakin melesak ke dalam jepitan bibir kemaluanku.

Aku masih duduk di bibir bak mandi sementara Pakdhe Mitro menggenjot lubang kemaluanku sambil berdiri. Mungkin karena kesulitan bergerak, dicabutnya batang kemaluannya dari jepitan bibir kemaluanku. Tubuhku lalu diturunkan dari bibir bak mandi dan dibaliknya hingga aku berdiri dengan tangan bertumpu bak mandi. Lalu Pakdhe menempatkan diri di belakangku dan mulai mencoba memasukan batang kemaluannya ke dalam bibir kemaluanku dari celah bongkahan pantatku.

Punggungku didorong Pakdhe agar sedikit membungkuk hingga setengah menungging. Dipentangkanya kedua kakiku lebar-lebar lalu dicucukannya batang kemaluannya ke gundukan bukit kemaluanku. Setelah arahnya tepat, Pakdhe mulai mendorong pantatnya hingga kembali batang kemaluannya menerobos masuk dalam jepitan bibir kemaluanku.

Kembali aku mulai merasa ada suatu benda hangat menyeruak ke dalam lubang kemaluanku. Dinding-dinding lubang kemaluanka serasa dikilik-kilik. Batang kemaluan Pakdhe yang terjepit ketat dalam lubang kemaluanku berdenyut-denyut. Pakdhe yang napasnya mulai memburu semakin kuat mengayunkan pantatnya maju mundur hingga gesekan batang kemaluannya pada dinding lubang kemaluanku semakin cepat.

Pinggulku yang dipegang Pakdhe terasa agak sakit karena jari-jari Pakdhe mulai mencengkeram. Pinggulku ditarik dan didorong oleh tangan kuat Pakdhe seiring dengan ayunan pantatnya. Tubuhku mulai terhentak dan aku mulai limbung. Kembali aku merasa melayang karena desakan gejolak yang meledak-ledak. Pakdhe semakin kuat mengayunkan pantatnya dan napasnya semakin menderu.
Pantatku yang ditarik dan didorong Pakdhe maju mundur semakin cepat bergerak. Cengkeraman jari-jari Pakdhe semakin terasa di pinggulku. Gerakan ayunan pantat Pakdhe semakin tak terkendali. Tak lama kemudian aku kembali mencapai orgasmeku. Pakdhe pun kukira mencapai puncak kenikmatannya karena aku merasa ada semburan cairan hangat yang menyemprot dari batang kemaluan Pakdhe ke dalam lubang kemaluanku dengan diiringi geraman yang keluar dari mulut Pakdhe.

Pakdhe tetap membiarkan batang kemaluannya terjepit dalam lubang kemaluanku selama beberapa saat. Napasnya yang mulai teratur terasa hangat menerpa kulit pipiku. Tulang kemaluannya menekan kuat di bukit buah pantatku. Aku merasa sedikit geli karena rambut kemaluan Pakdhe menempel ketat dan menggesek buah pantatku. Batang kemaluan Pakdhe yang masih keras terasa berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku. Setelah menyemprotkan sisa-sisa air maninya batang itu mulai mengendur dan terlepas dengan sendirinya.

Tubuhku sudah terasa lemas tak bertenaga. Aku hanya memejamkan mata karena lemas dan malu karena untuk kedua kalinya aku berhasil digagahi Pakdheku sendiri. Aku membiarkan saja saat Pakdhe memandikanku seperti bayi. Tangannya yang kokoh menyabuni seluruh lekuk tubuhku. Tubuhku kembali menggerinjal saat tangannya yang kokoh mulai menyabuni payudaraku yang baru mulai tumbuh. Putingku yang mencuat dipermainkannya dengan gemas.

Tubuhku semakin menggelinjang saat tangannya mulai menyentuh perutku lalu meluncur turun dan mulai menyabuni gundukan bukit kemaluanku yang baru mulai ditumbuhi rambut satu-satu. Jari-jarinya menyisir celah sempit di tengah gundukan bukit kemaluanku dan berlama-lama menyabuni daerah itu.
Aku tak berani memandang Pakdhe saat ia mengangsurkan sabun ke tanganku dan menyuruhku menyabuninya. Dengan agak kaku tanganku mulai menyabuni punggung Pakdhe yang kekar. Tanganku bergerak hingga seluruh punggung Pakdhe kugosok merata dengan sabun. Lalu Pakdhe membalikkan tubuhnya menghadapku. Tangannya mengelus-elus kedua payudaraku sementara aku disuruhnya menyabuni tubuh bagian depannya.

Tanganku bergerak dari dada terus turun ke arah perut. Napas Pakdhe mulai memburu saat tanganku yang dilumuri busa sabun mulai menggosok bagian bawah perutnya. Batang kemaluannya yang tadi kendur sudah mulai mengembang. Tanganku yang agak ragu dipegang Pakdhe dan diarahkan untuk menyabuni daerah kemaluan Pakdhe. Rambut kemaluannya sangat lebat tumbuh di pangkal batang kemaluannya yang mulai berdiri setengah tegak dan mengeras. Lucu sekali kelihatannya seperti pistol namun “gombyok”. Ya!! Kelihatann
ya seperti pistol gombyok!! Seperti pistol tapi lebat ditumbuhi rambut atau gombyok!!

Aku semakin tak mampu menahan gejolak liar yang mulai bangkit dalam diriku saat sapuan-sapuan lidah panas mulai menyerbu tengkukku. Aku menggelinjang kegelian dan melenguh. Lidah itu semakin liar bergerak menyusuri leherku.. pundakku.. Lalu turun ke bawah ke sepanjang tulang punggungku. Aku semakin menggelinjang. Lidah itu terus merayap ke bawah dan pinggangku mulai dijilati. Kakiku serasa lemah tak bertenaga. Aku hanya pasrah saat tubuhku didorong ke tempat tidurku dan dijatuhkan hingga aku tengkurap di tempat tidurku. Tubuhku lalu ditindih oleh sesosok tubuh yang sangat berat. Kenzopoker.com




Kakiku mulai memberontak liar karena geli. Apalagi lidah itu dengan rakus mulai menjilati pinggulku. Pantatku terangkat saat mulut berkumis itu mulai menggigiti buah pantatku dengan gemas. Pantatku terangkat-angkat liar saat lidah panas itu mulai menyusup ke dalam celah-celah bongkahan pantatku dan mulai menjilati lubang anusku. Aku benar-benar seperti terbang mengawang. Aku belum tahu siapa yang memelukku dari belakang dan menggerayangi seluruh tubuhku. Aku hanya bisa merasakan dengusan napas panas yang menghembus di bongkahan pantatku saat lidah itu mulai menjilati lubang anusku.
Aku tercekik kaget saat tubuhku dibalik hingga telentang telanjang bulat di kasurku. Ternyata orang yang sedari tadi menggumuliku adalah Pakdhe Mitro, orang yang selama ini kuanggap sebagai pengganti orang tuaku. Aku tak tak mampu berteriak karena mulutku langsung dibekap dengan bibirnya. Lidahku didorong dorong dan digelitik. Aku terangsang hebat. Apalagi sejak minum teh tadi tubuhku terasa agak aneh. Seolah-olah ada dorongan menghentak-hentak yang menuntut pemenuhan.

Tubuhku menggelinjang saat tangan kekar dan agak kasar mulai meraba dan meremas kedua payudaraku yang baru mulai tumbuh. Lalu kedua kakiku dipentangkan oleh Pakdhe Mitro lebar-lebar, lalu Pakdhe menindih tubuhku yang sudah telanjang bulat di antara kedua pahaku yang terkangkang. Aku merasa ada benda keras seperti tongkat yang menekan ketat ke bukit kemaluanku di balik kain sarung yang dikenakan Pakdhe.

Mulut dan lidah Pakdhe tak henti-hentinya menjilat dan melumat setiap jengkal bagian tubuhku. Dari mulutku, bibir Pakdhe bergeser menjilati seluruh batang leherku, kemudian turun ke dua belah payudaraku. Tubuhku semakin menggerinjal saat lidah dan mulut Pakdhe dengan rakusnya melumat kedua puting payudaraku yang baru sebesar kacang kedelai. Disedotnya payudaraku hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulut Pakdhe Mitro. Aku sangat terangsang dan sudah tidak mampu berpikir jernih. Ada sesuatu yang mulai menggelora dan mendesak-desak di perut bagian bawahku.

Lidah Pakdhe terus merayap semakin ke bawah. Perutku menjadi sasaran jilatan lidahnya. Tubuhku semakin menggelinjang hebat. Akal sehatku sudah benar-benar hilang. Kobaran napsu sudah menjeratku. Pantatku terangkat tanpa dapat kucegah saat lidah Pakdhe terus merayap dan menjliati gundukan bukit kemaluan di selangkanganku yang mulai ditumbuhi rambut-rambut halus. Aku merasa kegelian yang amat sangat menggelitik selangkanganku.

Tubuhku serasa mengawang di antara tempat kosong saat lidah Pakdhe mulai menyelusup ke dalam bukit kemaluanku dan menggelitik kelentitku. Lubang kemaluanku semakin berdenyut-denyut tergesek gesek lidahnya yang panas. Aku hanya mampu menggigit bibirku sendiri menahan rasa geli yang menggelitik selangkanganku. Tubuhku semakin melayang dan seperti terkena aliran listrik yang maha dahsyat.

Aku tak mampu lagi menahan gelora napsu yang semakin mendesak di dalam perutku. Pantatku terangkat seperti menyongsong wajah Pakdhe yang menekan bukit kemaluanku. Lalu tubuhku seperti terhempas ke tempat kosong. Aku merasakan ada sesuatu yang meledak di dalam perut bagian bawahku. Tubuhku menggelepar dan tanpa sadar kujepit kepala Pakdhe dengan kedua kakiku untuk menekannya lebih ketat menempel selangkanganku.

Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba mulutku sudah disodori batang kemaluan Pakdhe Mitro yang tanpa kutahu sejak kapan sudah melepas sarungnya dan sudah telanjang bulat mengangkangi wajahku. Batang kemaluannya yang besar, hitam panjang dan tampak mengkilat mengacung di depan wajahku seperti hendak menggebukku kalau aku menolak menciuminya.
Dengan rasa jijik aku terpaksa menjulurkan lidahku dan mulai menjilati ujung topi bajanya yang mengkilat. Aku hampir muntah saat lidahku menyentuh cairan lendir yang sedikit keluar dari lubang kemaluan Pakdhe. Namun jepitan kedua paha Pakdhe di sisi wajahku tidak memberiku kesempatan lain.

Aku hanya mampu pasrah dengan tetap menjilati batang kemaluan Pakdhe. Lalu dengan paksa Pakdhe membuka mulutku dan menjejalkan batang kemaluannya ke dalam mulutku. Aku menjadi gelagapan karena susah bernapas. Batang kemaluannya yang besar memenuhi mulutku yang masih kecil.

Kudengar Pakdhe menggumam tanpa jelas apa yang diucapkannya. Pantatnya digerak-gerakannya hingga batang kemaluannya yang masuk ke dalam mulutku mulai bergerak keluar masuk di dalam mulutku. Aku hampir tersedak saat ujung kemaluan Pakdhe menyentuh-nyentuh kerongkonganku. Aku hanya mampu melotot karena hampir tersedak. Tanpa sadar kedua tanganku mencengkeram pantat Pakdhe Mitro.
Setelah puas “mengerjai” mulutku dengan batang k

emaluannya, Pakdhe menggeser tubuhnya dan menindihku lagi dengan posisi sejajar. Kedua pahaku dikuaknya dan dengan tangannya, dicucukannya batang kemaluannya ke arah bukit kemaluanku. Aku merasa geli saat ujung kemaluan Pakdhe mulai menggesek-gesek pintu lubang kemaluanku yang sudah basah.

Dari rasa geli dan nikmat, tiba-tiba aku merasa perih di selangkanganku saat Pakdhe mulai menurunkan pantatnya sehingga batang kemaluannya mulai menerobos ke dalam lubang kemaluanku yang masih perawan. Aku merintih kesakitan dan air mataku mulai mengalir. Aku tersadar akan bahaya! Namun terlambat. Pakdhe yang sudah sangat bernafsu sudah tidak mungkin mau berhenti. Ia hanya sejenak menghentikan gerakannya. Ia merayuku dan mengatakan kalau sakitku hanya sebentar dan berganti rasa nikmat yang tidak terkira.

Pakdhe menarik pantatnya ke atas hingga batang kemaluannya yang terjepit di dalam lubang kemaluanku tertarik keluar. Gesekan batang kemaluannya yang besar di dalam dinding lubang kemaluanku menimbulkan rasa nikmat seperti apa yang dikatakannya. Aku mulai dapat menikmati rasa nikmat itu. Ini mungkin karena pengaruh teh yang kuminum sehingga aku benar-benar belum sadar akan bahaya yang kuhadapi. Yang kuinginkan hanya satu yaitu menuntaskan gejolak yang meledak-ledak dalam diriku.

Aku kembali merintih kesakitan saat Pakdhe mulai menekan pantatnya lagi yang membuat batang kemaluannya menerobos lebih dalam ke dalam lubang kemaluanku. Lagi-lagi Pakdhe membisikiku kalau rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya. Ia menarik lagi pantatnya. Benar.. Rasa sakit itu berganti nikmat saat batang kemaluannya ditarik keluar hingga hanya ujung kepalanya saja yang masih terjepit dalam lubang kemaluanku.

Lubang kemaluanku yang sudah sangat licin sangat membantu pergerakan batang kemaluan Pakdhe dalam jepitan lubang kemaluanku. Detik-detik berlalu dan sedikit-demi sedikit batang kemaluan Pakdhe meneronos semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Pakdhe terus menarik dan mendorong pantatnya dengan pelan dan teratur. Hingga suatu saat aku menggigit bibirku keras-keras saat selangkanganku terasa perih sekali. Selangkanganku terasa robek saat Pakdhe menekan pantatnya hingga batang kemaluannya hampir masuk separuh ke dalam lubang kemaluanku.

Aku sempat menjerit menahan sakit yang amat sangat di selangkanganku. Pakdhe segera menghentikan gerakannya dan memberiku kesempatan untuk bernapas. Aku merasa lega saat Pakdhe menghentikan gerakannya. Kini aku dapat merasakan lubang kemaluanku seperti terganjal benda keras dan hangat. Benda itu berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku.

Kembali rasa sakit yang tadi menyentakku berangsur mulai hilang tergantikan rasa nikmat saat batang kemaluan Pakdhe yang semakin lancar mulai bergerak lagi keluar masuk dalam jepitan lubang kemaluanku. Rasa nikmat terus meningkat sehingga tanpa sadar aku menggoyangkan pantatku untuk segera meraih kenikmatan yang lebih banyak lagi.

Aku seperti gila. Rasa sakit itu sudah benar-benar hilang tergantikan rasa nikmat yang benar-benar memabukkan. Pakdhe semakin bersemangat mengayunkan pantatnya menghunjamkan batang kemaluannya. Empat kali mendorong lalu didiamkan dan diputar kemudian ditarik lagi. Tanpa sadar pantatku terangkat saat Pakdhe menarik pantatnya.

Berkali-kali Pakdhe mengulang gerakannya hingga perutku terasa kejang. Tubuhku mulai melayang. Tanganku semakin kuat mencengkeram punggung Pakdhe untuk mencoba menahan kenikmatan yang mulai menerjangku. Pakdhe semakin kuat mengayunkan pantatnya diiringi geramannya yang kudengar bergemuruh di telingaku.

Mataku semakin membeliak menahan desakan yang kian dahsyat di perut bagian bawahku. Aku hampir menjerit saat ada sesuatu yang kurasa pecah di dalam sana. Namun bibir Pakdhe yang tiba-tiba melumat bibirku menghentikan teriakanku. Pakdhe melumat dengan rakus kedua belah bibirku. Aku merasa tubuhku seolah-olah terhempas di awan. Tubuhku mengejat-ngejat saat aku mencapai puncak pendakian yang melelahkan. Pakdhe yang bibirnya masih melumat bibirku pun mulai berkelojotan di atas perutku. Lalu ia menggeram dengan dahsyat..

Dan akhirnya kurasakan ada semburan cairan hangat yang memancar dari batang kemaluan Pakdhe yang terjepit dalam lubang kemaluanku. Batang kemaluannya berkedut-kedut dalam jepitan lubang kemaluanku. Tubuh Pakdhe masih bergerak dengan liar selama beberapa saat lalu ambruk menindihku. Napas ku hanya tinggal satu-satu. Napas Pakdhe pun kudengar menggemuruh di telingaku.

Air mataku mengalir saat kusadari segalanya telah terlambat bagiku. Kegadisanku telah terenggut oleh Pakdhe. Orang yang selama ini kuanggap sebagai pengganti ayahku. Lalu dengan lembut Pakdhe mengusap air mataku dan berjanji akan menyayangiku sepanjang sisa hidupnya. Aku menjadi agak terhibur dengan perkataannya. Kenzopoker.com


KEPOLOSAN YANG MEMBUATKU TAK BEREAKSI KETIKA ADA CEWEK YANG MERANGSANGKU

Aku memang terlahir dari keluarga yg bisa dibilang cukup berada. Aku anak laki laki satu-satuya. Dan juga anak terakhir. Dua kakakku perempuan semuanya. Dan jarak umur antara kami cukup jauh juga. Antara lima dan enam tahun. Karena anak bungsu dan juga satu-satunya laki laki, jelas sekali kalo aku sangat dimanja. Apa saja yg aku inginkan, pasti dikabulkan. Seluruh kasih sayg tertumpah padaku.



Dari kecil aku selalu dimanja, sampai besarpun aku terkadang masih suka minta dikeloni. Aku suka kalo tidur sembari memeluk Ibu, Mbak Lisa atau Mbak Indira. Namun aku tak suka kalo dikeloni Bapak. Entah kenapa, mungkin badan Bapak besar dan tangannya ditumbuhi rambut-rambut halus yg cukup lebat.

Padahal Bapak paling sayang padaku. Karena apapun yg aku ingin minta, selalu saja diberikan. Aku memang tumbuh menjadi anak yg manja. Dan sikapku juga terus seperti anak balita, meski umurku sudah cukup dewasa. Pernah aku menangis semalaman dan mengurung diri di dalam kamar hanya karena Mbak Indira menikah. A

ku tak rela Mbak Indira jadi milik orang lain. Aku benci dgn suaminya. Aku benci dgn semua orang yg bahagia melihat Mbak Indira diambil orang lain. Setengah mati Bapak dan Ibu membujuk serta menghiburku. Bahkan Mbak Indira menjanjikan macam-macam agar aku tak terus menangis. Memang tingkahku tak ubahnya seorang anak balita.

Tangisanku baru berhenti setelah Bapak berjanji akan membelikanku motor. Padahal aku sudaH punya mobil. Namun memang sudah lama aku ingin dibelikan motor. Hanya saja Bapak belum bisa membelikannya. Kalo mengingat kejadian itu memang menggelikan sekali. Bahkan aku sampai tertawa sendiri. Habis lucu sih.., Soalnya waktu Mbak Indira menikah, umurku sudah 21 tahun.

Hampir lupa, Saat ini aku masih kuliah. Dan kebetulan sekali aku kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yg cukup keren. Di kampus, sebenarnya ada seorang perempuan yg perhatiannya padaku begitu besar sekali. Namun aku sama sekali tak tertarik padanya. Dan aku selalu menganggapnya sebagai kawan biasa saja. Padahal banyak kawan-kawanku, terutama yg laki laki bilang kalo perempuan itu menaruh hati padaku.

Sebut saja namanya Lidya. Punya wajab cantik, kulit yg putih seperti kapas, badan yg ramping dan padat berisi serta dada yg membusung dgn ukuran cukup besar. Sebenarnya banyak laki laki yg menaruh hati dan mengharapkan cintanya. Namun Lidya malah menaruh hati padaku.

Sedangkan aku sendiri sama sekali tak peduli, tetap menganggapnya hanya kawan biasa saja. Namun Lidya tampaknya juga tak peduli. Perhatiannya padaku malah semakin bertambah besar saja. Bahkan dia sering main ke rumahku, Bapak dan Ibu juga senang dan berharap Lidya bisa jadi kekasihku.

Begitu juga dgn Mbak Lisa, sangat cocok sekali dgn Lidya Namun aku tetap tak tertarik padanya. Apalagi sampai jatuh cinta. Anehnya, hampir semua kawan mengatakan kalo aku sudah pacaran dgn Lidya, Padahal aku merasa tak pernah pacaran dgnnya. Hubunganku dgn Lidya memang akrab sekali, meskipun tak bisa dikatakan berpacaran.

Seperti biasanya, setiap hari Sabtu sore aku selalu mengajak Bobby, anjing pudel kesayganku jalan-jalan mengelilingi Monas. Perlu diketahui, aku memperoleh anjing itu dan Mas Herlambang, suaminya Mbak Indira. Karena pemberiannya itu aku jadi menyukai Mas Herlambang.

Padahal tadinya aku benci sekali, karena menganggap Mas Herlambang telah merebut Mbak Indira dan sisiku. Aku memang mudah sekali disogok. Apalagi oleh sesuatu yg aku sukai. Karena sikap dan tingkah laku sehari-hariku masih, dan aku belum bisa bersikap atau berpikir secara dewasa.

Tanpa diduga sama sekali, aku bertemu dgn Lidya. Namun dia tak sendiri. Lidya bersama Mamanya yg umurnya mungkin sebaya dgn Ibuku. Aku tak canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aku selalu memanggilnya Tante Amanda.

“Bagus sekali anjingnya..”, piji Tante Amanda.
“Iya, Tante. diberi sama Mas Herlambang”, sahutku bangga.
“Siapa namanya?” tanya Tante Amanda lagi.
“Bobby”, sahutku tetap dgn nada bangga.

Tante Amanda meminjamnya sebentar untuk berjalan-jalan. Karena terus-menerus memuji dan membuatku bangga, dgn hati dipenuhi kebanggaan aku meminjaminya. Sementara Tante Amanda pergi membawa Bobby, aku dan Lidya duduk di bangku taman dekat patung Pangeran Diponegoro yg menunggang kuda dgn gagah.

Tak banyak yg kami obrolkan, karena Tante Amanda sudah kembali lagi dan memberikan Bobby padaku sembari terus-menerus memuji. Membuat dadaku jadi berbunga dan padat seperti mau meledak. Aku memang paling suka kalo dipuji.

Oh, ya.., Nanti malam kamu datang..”, ujar Tante Amanda sebelum pergi.
“Ke rumah..?”, tanyaku memastikan.
“Iya.”
“Memangnya ada apa?” tanyaku lagi.
“Lidya ulang tahun. Namun nggak mau dirayakan. Katanya cuma mau merayakannya sama kamu”, kata Tante Amanda Iangsung memberitahu.
“Kok Lidya nggak bilang sih..?”, aku mendengus sembari menatap Lidya yg jadi memerah wajahnya. Lidya hanya diam saja.
“Jangan lupa jam tujuh malam, ya..” kata Tante Amanda mengingatkan.
“Iya, Tante”, sahutku.

Dan memang tepat jam tujuh malam aku datang ke rumah Lidya. Suasananya sepi-sepi saja. Tak terlihat ada pesta. Namun aku disambut Lidya yg memakai baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Amanda dan Oom Joko juga berpakaian seperti mau pesta. Namun tak terlihat ada seorangpun tamu di rumah ini kecuali aku sendiri. Dan memang benar, ternyata Lidya berulang tahun malam ini. Dan hanya kami berempat saja yg merayakannya.

Perlu diketahui kalo Lidya adalah anak tunggal di dalam keluarga ini. Namun Lidya tak manja dan bisa mandiri. Acara ulang tahunnya biasa-biasa saja. Tak ada yg istimewa. Selesai makan malam, Lidya membawaku ke balkon rumahnya yg menghadap langsung ke halaman belakang.

Entah disengaja atau tak, Lidya membiarkan sebelah pahanya tersingkap. Namun aku tak peduli dgn paha yg indah padat dan putih terbuka cukup lebar itu. Bahkan aku tetap tak peduli meskipun Lidya menggeser duduknya hingga hampir merapat dgnku. Keharuman yg tersebar dari badannya tak membuatku bergeming.

Lidya mengambil tanganku dan menggenggamnya. Bahkan dia meremas-remas jari tanganku. Namun aku diam saja, malah menatap wajahnya yg cantik dan begitu dekat sekali dgn wajahku. Begitu dekatnya sehingga aku bisa merasakan kehangatan hembusan napasnya menerpa kulit wajahku. Namun tetap saja aku tak merasakan sesuatu Kenzopoker.com

.

Dan tiba-tiba saja Lidya mencium bibirku. Sesaat aku tersentak kaget, tak menygka kalo Lidya akan seberani itu. Aku menatapnya dgn tajam. Namun Lidya malah membalasnya dgn sinar mata yg saat itu sangat sulit ku artikan.

“Kenapa kau menciumku..?” tanyaku polos.
“Aku mencintaimu”, sahut Lidya agak ditekan nada suaranya.
“Cinta..?” aku mendesis tak mengerti.

Entah kenapa Lidya tersenyum. Dia menarik tanganku dan menaruh di atas pahanya yg tersingkap Cukup lebar. Meskipun malam itu Lidya mengenakan rok yg panjang, namun belahannya hampir sampai ke pinggul. Sehingga pahanya jadi terbuka cukup lebar. Aku merasakan betapa halusnya kulit paha perempuan ini. Namun sama sekali aku tak merasakan apa-apa.

Dan sikapku tetap dingin meskipun Lidya sudah melingkarkan tangannya ke leherku. Semakin dekat saja jarak wajah kami. Bahkan badanku dgn badan Lidya sudah hampir tak ada jarak lagi. Kembali Lidya mencium bibirku. Kali ini bukan hanya mengecup, namun dia melumat dan mengulumnya dgn penuhl gairah. Sedangkan aku tetap diam, tak memberikan reaksi apa-apa. Lidya melepaskan pagutannya dan menatapku, Seakan tak percaya kalo aku sama sekali tak bisa apa-apa.

“Kenapa diam saja..?” tanya Lidya merasa kecewa atau menyesal karena telah mencintai laki-laki sepertiku.

Namun tak.., Lidya tak menampakkan kekecewaan atau penyesalan Justru dia mengembangkan senyuman yg begitu indah dan manis sekali. Dia masih melingkarkan tangannya ke leherku. Bahkan dia menekan dadanya yg membusung padat ke dadaku.

Terasa padat dan kenyal dadanya. Seperti ada denyutan yg hangat. Namun aku tak tahu dan sama sekali tak merasakan apa-apa karena polos meskipun Lidya menekan dadanya cukup kuat ke dadaku. Seakan Lidya berusaha untuk membangkitkan gairah kejantananku. Namun sama Sekali aku tak bisa apa-apa. Bahkan dia menekan dadanya yg membusung padat ke dadaku.

“Memangnya aku harus bagaimana?” aku malah balik bertanya.
“Ohh..”, Lidya mengeluh panjang.

Dia seakan baru benar-benar menyadari kalo aku bukan hanya tak pernah pacaran, namun masih sangat polos sekali. Lidya kembali mencium dan melumat bibirku. Namun sebelumnya dia memberitahu kalo aku harus membalasnya dgn cara-cara yg tak pantas untuk disebutkan. Aku coba untuk menuruti keinginannya tanpa ada perasaan apa-apa karena polos.

“Ke kamarku, yuk..”, bisik Lidya mengajak.
“Mau apa ke kamar?”, tanyaku tak mengerti.
“Sudah jangan banyak tanya. Ayo..”, ajak Lidya setengah memaksa.
“Namun apa nanti Mama dan Papa kamu tak marah, Lin?”, tanyaku masih tetap tak mengerti keinginannya.

Lidya tak menyahuti, malah berdiri dan menarik tanganku. Memang aku seperti anak kecil, menurut saja dibawa ke dalam kamar perempuan ini. Bahkan aku tak protes ketika Lidya mengunci pintu kamar dan melepaskan bajuku. Bukan hanya itu saja, dia juga melepaskan celanaku hingga yg tersisa tinggal sepotong celana dalam saja Sedikitpun aku tak merasa malu, karena sudah biasa aku hanya memakai celana dalam saja kalo di rumah.

Lidya memandangi badanku dan kepala sampai ke kaki. Dia tersenyum-senyum. Namun aku yang polos tak tahu apa arti semuanya itu. Lalu dia menuntun dan membawanya ke pembaringan. Lidya mulai menciumi wajah dan leherku. Terasa begitu hangat sekali hembusan napasnya.

“Lidya..”

Aku tersentak ketika Lidya melucuti pakaiannya sendiri, hingga hanya pakaian dalam saja yg tersisa melekat di badannya. Kedua bola mataku sampai membeliak lebar. Untuk pertama kalinya, aku melihat sosok badan sempurna seorang perempuan dalam keadaan tanpa busana. Entah kenapa, tiba-tiba saja dadaku berdebar menggemuruh Dan ada suatu perasaan aneh yg tiba-tiba saja menyelinap di dalam hatiku.

Sesuatu yg sama sekali aku tak tahu apa namanya, Bahkan seumur hidup, belum pernah merasakannya. Debaran di dalam dadaku semakin keras dan menggemuruh saat Lidya memeluk dan menciumi wajah serta leherku. Kehangatan badannya begitu terasa sekali.

Dan aku menurut saja saat dimintanya berbaring. Lidya ikut berbaring di sampingku. Jari-jari tangannya menjalar menjelajahi sekujur badanku. Dan dia tak berhenti menciumi bibir, wajah, leher serta dadaku yg bidang dan sedikit berbulu.

Tergesa-gesa Lidya melepaskan penutup terakhir yg melekat di badannya. sehingga tak ada selembar benangpun yg masih melekat di sana. Saat itu pandangan mataku jadi nanar dan berkunang-kunang. Bahkan kepalaku terasa pening dan berdenyut menatap badan yg polos dan indah itu.

Begitu rapat sekali badannya ke badanku, sehingga aku bisa merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Namun aku masih tetap diam, tak tahu apa yg harus kulakukan. Lidya mengambil tanganku dan menaruh di dadanya yg membusung padat dan kenyal.

Dia membisikkan sesuatu, namun aku tak mengerti dgn permintaannya. Sabar sekali dia menuntun jari-jari tanganku untuk meremas dan memainkan bagian atas dadanya yg berwarna coklat kemerahan. Tiba-tiba saja Lidya. menjambak rambutku, dan membenamkan Wajahku ke dadanya.

Tentu saja aku jadi gelagapan karena tak bisa bernapas. Aku ingin mengangkatnya, namun Lidya malah menekan dan terus membenamkan wajahku ke tengah dadanya. Saat itu aku merasakan sebelah tangan Lidya menjalar ke bagian bawah perutku.

“Okh..?!”.

Aku tersentak kaget setengah mati, ketika tiba-tiba merasakan jari-jari tangan Limda menyusup masuk ke balik celana dalamku yg tipis, dan..

“Lidya, apa yg kau lakukan..?” tanyaku tak mengerti, sembari mengangkat wajahku dari dadanya.

Lidya tak menjawab. Dia malah tersenyum. Sementara perasaan hatiku semakin tak menentu. Dan aku merasakan kalo bagian badanku yg vital menjadi tegang, keras dan berdenyut serasa hendak meledak. Sedangkan Lidya malah menggenggam dan meremas-remas, membuatku mendesis dan merintih dgn berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Namun aku hanya diam saja, tak tahu apa yg harus kulakukan.

Lidya kembali menghujani wajah, leher dan dadaku yg sedikit berbulu dgn ciuman-ciumannya yg hangat dan penuh gairah membara. Memang Lidya begitu aktif sekali, berusaha merangsang gairahku dgn berbagai macam cara. Berulang kali dia menuntun tanganku ke dadanya yg kini sudan polos.

“Ayo dong, jangan diam saja..”, bisik Lidya disela-sela tarikan napasnya yg memburu.
“Aku.., Apa yg harus kulakukan?” tanyaku tak mengerti.
“Cium dan peluk aku..”, bisik Lidya.

Aku berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Namun nampaknya Lidya masih belum puas. Dan dia semakin aktif merangsang gairahku. Sementara bagian bawah badanku semakin menegang serta berdenyut.

Entah berapa kali dia membisikkan kata di telingaku dgn suara tertahan akibat hembusan napasnya yg memburu seperti lokomotif tua. Namun aku sama sekali tak mengerti dgn apa yg d ibisikkannya. Waktu itu aku benar-benar bodoh dan tak tahu apa-apa karena polos. Meski sudah berusaha melakukan apa saja yaang dimintanya.

Sementara itu Lidya sudah menjepit pinggangku dgn sepasang pahanya yg putih mulus. Lidya berada tepat di atas badanku, sehingga aku bisa melihat seluruh lekuk badannya dgn jelas sekali. Entah kenapa tiba-tiba sekujur badanku menggelelar ketika penisku tiba-tiba menyentuh sesuatu yg lembab, hangat, dan agak basah.

Namun tiba-tiba saja Lidya memekik, dan menatap bagian penisku. Seakan-akan dia tak percaya dgn apa yg ada di depan matanya. Sedangkan aku sama sekali tak mengerti. PadahaI waktu itu Lidya sudah dipengaruhi gejolak membara dgn badan polos tanpa sehelai benangpun menempel di badannya.

“Kau..”, desis Lidya terputus suaranya.
“Ada apa, Lin?” tanyaku polos.

“Ohh..”, Lidya mengeluhh panjang sembari menggelimpangkan badannya ke samping. Bahkan dia langsung turun dari pembaringan, dan menyambar pakaiannya yg berserakan di lantai. Sembari memandangiku yg masih terbaring dalam keaadaan polos, Lidya mengenakan lagi pakaiannya. Waktu itu aku melihat ada kekecewaan tersirat di dalam sorot matanya. Namun aku yang polos tak tahu apa yg membuatnya kecewa.

“Ada apa, Lin?”, tanyaku tak mengerti perubahan sikapnya yg begitu tiba-tiba.
“Tak.., tak ada apa-apa, sahut Lidya sembari merapihkan pakaiannya.

Aku bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Lidya yg sudah rapi berpakaian. Aku memang tak mengerti dgn kekecewannya. Lidya memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja layu. Padahal tadi Lidya yang merangsang sudah hampir membawaku mendaki ke puncak kenikmatan. END Kenzopoker.com


Agen Poker Terbesar - Mertua Ngentot Menantu Sampai Puas

Agen Poker Terbesar - Mertua Ngentot Menantu Sampai Puas Hari sudah mulai malam, aku baru saja selesai mandi dan duduk di meja rias dadan ...